REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) mengembangkan kentang hitam dan kecondang sebagai alternatif pengganti pangan pokok beras yang ketergantungannya sudah membahayakan ketahanan pangan nasional. "Ketergantungan bangsa kita pada beras sangat tinggi, mencapai 139 kg beras per kapita per tahun. Ini sudah membahayakan ketahanan pangan nasional," kata peneliti pada Puslit Biologi LIPI Dr Marlina Ardiyani pada Diskusi Ketahanan Pangan untuk Mengatasi Kemiskinan yang diselenggarakan Masyarakat Penulis Iptek (Mapiptek) di Jakarta, Rabu.
Padahal, ujarnya, Indonesia memiliki banyak sekali sumber daya hayati umbi-umbian lokal yang kandungan karbohidratnya tidak kalah dengan beras. Umbi-umbian itu misalnya kentang hitam, garut, gembili, ubikayu, talas, hingga kecondang. "Untuk tahun ini saya fokus mengembangkan tiga dulu, yakni kentang hitam, kecondang dan ubikayu. Berikutnya ke jenis umbi-umbian lain," katanya.
Kentang hitam (Solenostemon rotundifolius (Poir), urainya, sangat menarik untuk dikembangkan karena meski rasanya mirip kentang, kandungan karbohidratnya tinggi, yakni 33,7 gram per 100 gram, lebih tinggi dari karbohidrat kentang biasa 13,5 gram, juga kandungan energinya dan vitamin C-nya.Selain itu, potensi produktivitas kentang hitam juga tinggi. Di Afrika mencapai 45 ton/ha yang bisa dipanen setiap 4-5 bulan meski di Indonesia produktivitasnya baru 5-15 ton per ha karena teknik budidaya yang belum optimal.
Selain itu kentang hitam cocok ditanam di dataran rendah, berbeda dengan kentang biasa yang hanya cocok ditanam di dataran tinggi. "Untuk memperbesar ukuran umbinya juga sudah diuji coba dengan teknik budidaya mulsa, juga dengan menguji persentase naungannya, perlakuan pupuk dan airnya," katanya.
Selain kentang, ia juga sedang mengembangkan pangan pokok alternatif kecondang (Tacca leontopetaloides (L.) Kuntze) yang masih liar dan banyak dijumpai di daerah pesisir di Kepulauan Karimun Jawa yang umbinya diolah warga setempat menjadi tepung pati dan dikonsumsi ketika ombak tinggi dan sulit mendapat beras.
"Kami sedang mendomestikasi kecondang sebagai sumber karbohidrat alternatif di daerah pesisir, karena kecondang cocok ditanam di daerah bersalinitas tinggi. Umbinya memang tidak dapat dikonsumsi langsung karena ada kandungan zat yang toxic, namun dengan suatu proses kandungan toxic hilang," katanya.
Sementara itu, Sekretaris Badan Ketahanan Pangan Hermanto mengatakan, untuk mengurangi ketergantungan pada beras dan impor yang berlebihan, rakyat diimbau untuk tidak makan beras sekali seminggu.