Rabu 03 Aug 2011 15:35 WIB

Sejarah Hidup Muhammad SAW: Kemenangan yang Nyata

Red: cr01
Ilustrasi
Foto: Blogspot.com
Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, Muhammad SAW adalah Nabi dan Rasul Allah, bukanlah manusia yang mengenal permusuhan, atau yang akan membangkitkan permusuhan di kalangan umat manusia. Beliau bukan seorang tiran, bukan manusia yang sok berkuasa.

Ketika Rasulullah memasuki Ka'bah, dilihatnya dinding-dinding Ka'bah sudah penuh dengan lukisan dan gambar. Beliau memerintahkan supaya gambar dan lukisan itu

dihancurkan. Demikian pula dengan berhala-berhala di sekeliling Ka'bah yang disembah oleh Quraisy.

Dengan tongkat di tangannya, Rasulullah menunjuk berhala-berhala itu seraya berkata: "Dan katakanlah: "Yang benar telah datang dan yang batil telah lenyap." Sesungguhnya yang batil itu adalah sesuatu yang pasti lenyap." (QS Al-Israa': 81)

Berhala-berhala itu kemudian dihancurkan pula. Dengan demikian, Rumah Suci itu dapat dibersihkan.

Pihak Anshar dari Madinah menyaksikan semua kejadian itu. Mereka melihat Rasulullah berdoa di atas gunung Shafa. Terbayang oleh mereka sekarang bahwa beliau pasti akan meninggalkan Madinah dan kembali ke tempat tumpah darahnya yang kini telah dibukakan Tuhan. Mereka berkata satu sama lain, "Menurut pendapatmu, adakah Rasulullah akan  menetap di negerinya sendiri?"

Setelah selesai berdoa Rasulullah berkata kepada kaum Anshar, "Berlindunglah kita kepada Allah! Hidup dan matiku akan bersama kalian." Dengan demikian, beliau telah memberikan teladan kepada orang-orang tentang keteguhannya memegang janji pada Baiat Aqabah, serta kesetiannya kepada sahabat-sahabatnya yang seiring sepenanggungan di kala menderita.

 

Setelah berhala-berhala itu dibersihkan dari Ka'bah, Nabi menyuruh Bilal menyerukan azan dari atas Ka'bah. Kaum Muslimin mendirikan shalat bersama, dan Rasulullah sebagai imam.

Setelah memasuki Makkah pun Rasulullah mengeluarkan perintah jangan sampai ada pertumpahan darah dan jangan ada seorang pun yang dibunuh. Tetapi setelah keadaan kembali aman dan tenteram, dan orang melihat betapa Rasulullah berlapang dada dan memberikan pengampunan yang begitu besar kepada mereka, ada beberapa orang sahabat yang minta supaya mereka yang sudah dijatuhi hukuman mati juga diberi pengampunan. Di antara mereka yang dijatuhi hukuman mati ada Abdullah bin Abi As-Sarh, Ikrimah bin Abu Jahal, dan beberapa orang murtad lainnya. Rasulullah mengampuni mereka semua.

Keesokan harinya setelah hari pembebasan itu ada seseorang dari pihak Hudhail yang masih musyrik dibunuh oleh Khuza'ah. Nabi marah sekali karena perbuatan itu, dan dalam khutbahnya di hadapan orang banyak beliau berkata, "Wahai manusia sekalian, Allah telah menjadikan Makkah ini tanah suci sejak Ia menciptakan langit dan bumi. Ia suci sejak pertama, kedua dan ketiga, sampai hari kiamat."

"Oleh karena itu," lanjut beliau, "Orang yang beriman kepada Allah dan kepada Hari Kemudian tidak dibenarkan mengadakan  pertumpahan darah atau menebang pohon di tempat ini. Tidak dibenarkan kepada siapa pun sebelum aku, dan tidak dibenarkan kepada siapa pun sesudah aku ini. Juga aku pun tidak dibenarkan marah kepada penghuni daerah ini hanya untuk saat ini saja, kemudian ia kembali dihormati seperti  sebelum itu. Hendaklah kamu yang hadir ini memberitahukan kepada yang tidak hadir. Kalau ada orang yang mengatakan kepadamu bahwa Rasulullah telah berperang di tempat ini, katakanlah bahwa Allah telah membolehkan hal itu kepada Rasul-Nya, tapi tidak kepada kamu sekalian."

Rasulullah menambahkan, "Wahai orang-orang Khuza'ah, lepaskanlah tangan kalian dari pembunuhan, sebab sudah terlalu banyak; itu pun kalau ada gunanya. Kalau kamu sudah membunuh orang, tentu aku juga yang akan menebusnya. Barangsiapa ada yang dibunuh sesudah ucapanku ini, maka keluarganya dapat memilih satu dari dua pertimbangan ini; kalau mereka  mau, dapat menuntut darah pembunuhnya, atau dengan jalan diyat."

 

Sesudah itu, Rasulullah membayar diyat keluarga orang yang dibunuh oleh Khuza'ah itu. Dengan khutbah itu serta sikapnya yang begitu lapang dada dan suka memaafkan, hati penduduk langsung terpesona pada Rasulullah. Dengan demikian orang-orang pun berbondong-bondong masuk Islam.

 

"Barangsiapa beriman kepada Allah dan Hari Kemudian, hendaknya menghancurkan setiap berhala dalam rumahnya," seru orang-orang.

 

Rasulullah tinggal di Makkah selama 15 hari, dan selama itu pula beliau membangun Makkah, mengajari penduduknya hukum-hukum agama. Dan selama itu pula regu-regu dakwah dikirimkan untuk mengajarkan Islam, bukan untuk berperang. Mereka juga dikirim untuk menghancurkan berhala-berhala tanpa pertumpahan darah.

 

Dalam waktu dua pekan selama beliau tinggal di Makkah, semua jejak paganisme dapat dibersihkan. Jabatan dalam Rumah Suci yang sudah pindah kepada Islam pada waktu itu ialah kunci Ka'bah, yang oleh Nabi diserahkan kepada Utsman bin Talhah. Dan sesudah itu kepada anak-anaknya, yang tidak boleh berpindah tangan. Sedang pengurusan air Zamzam pada musim haji berada di tangan pamannya, Abbas bin Abdul Muthalib.

 

Dengan demikian, seluruh Makkah sudah beriman, panji dan menara tauhid sudah menjulang tinggi. Dan selama berabad-abad, dunia sudah pula disinari cahayanya yang berkilauan.

 

sumber : Sejarah Hidup Muhammad oleh Muhammad Husain Haekal
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement