REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA – Dua bulan terakhir, pemerintah berhasil menggandeng 15 mitra untuk bekerjasama di bidang pengembangan energi panas bumi (geothermal) di Indonesia. Julukan negara 'cincin api' membuat Indonesia memiliki potensi panas bumi melimpah ruah mencapai 28 ribu megawatt (MW).
Jumlah tersebut merangkum 35 persen energi panas bumi di ruang lingkup global yang menyebar di 265 lokasi. “Menjelang 2014, ada 28 kerjasama lagi yang akan disepakati,” kata Menteri Kehutanan, Zulkifli Hasan.
Bisnis geothermal selanjutnya diatur dalam Izin Usaha Pengusahaan Pemanfaatan Jasa Geothermal (IUPPJG). Para mitra selaku pemegang izin berkewajiban memberikan iuran sebulan sebelum penerbitan izin. Mitra juga berkewajiban memberikan pungutan hasil usaha perusahaan secara berkala mengacu pada aturan yang berlaku.
Kerjasama geothermal, dalam perjalanannya terdahulu, terbilang rumit. Pasalnya, sebagian besar energi panas bumi berada di kawasan konservasi. Hal itu mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Kawasan Pelestarian Alam (KPA) dan Kawasan Suaka Alam (KSA). Akibatnya, dalam kurun waktu sepuluh tahun hanya terealisasi satu kerjasama saja.
Zulkifli mengatakan pemerintah telah melakukan penyesuaian regulasi untuk mengatasi hambatan tersebut. Caranya dengan melahirkan Peraturan Menteri Kehutanan yang baru untuk memberi legalitas hukum terhadap pemanfaatan energi panas bumi di kawasan koservasi. “Baru saja selesai, prosesnya cukup lama mencapai delapan bulan,” tambahnya.
Dirjen Perlindungan Hutan dan Konservasi, Alam Darori, menegaskan pemegang izin usaha geothermal juga berkewajiban menyediakan dana investasi untuk pelestarian hutan. Diantaranya dana konservasi, dana perlindungan hutan, dan pengentasan kebakaran hutan.
“Program ini akan berkesinambungan,” tuturnya. Seluruh kawasan konservasi yang memiliki energi panas bumi nantinya boleh dimanfaatkan untuk investasi geothermal. Kecuali kawasan konservasi yang berstatus cagar alam dan zona inti taman nasional.