REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) meminta pemerintah membuat kebijakan pengaturan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi. Pengaturan mendesak diperlukan agar konsumsi tidak melebihi kuota yang dipatok di APBN-Perubahan 2011 sebesar 40,4 juta kiloliter (KL).
Menurut Anggota Komite BPH Migas, Adi Subagyo, jika tidak dibuat kebijakan pengaturan maka BBM bersubsidi akan melebihi kuota. "Jadi perlu pengaturan baru, kalau tidak ada upaya apa-apa. Jadi kalau sekarang didiamkan seperti ini, nanti akan jebol kuota," kata Adi di Jakarta, Kamis (8/9).
Dia menyebutkan saat ini konsumsi BBM bersubsidi telah ludes 67 persen dari kuota APBN-Perubahan 2011. "Mungkin untuk tahun ini akan lebih (dari kuota) bisa sampai 41 juta KL kalau tidak ada upaya apa-apa," ujar Adi. Pengaturan BBM bersubsidi ini menurutnya sangat diperlukan mengingat angka pertumbuhan kendaraan yang terus meningkat dari waktu ke waktu.
Direktur Utama PT Pertamina (Persero), Karen Agustiawan, juga memperkirakan kuota konsumsi BBM bersubsidi akan kebobolan sampai akhir tahun ini. "Penyaluran BBM PSO (bersubsidi) tahun 2011 diperkirakan akan melampaui kuota APBN-P 2011 karena beberapa hal," prediksinya.
Adapun faktor penyebab bobolnya kuota BBM bersubsidi tahun ini karena adanya pertumbuhan realisasi konsumsi dalam lima tahun terakhir. Selain itu, imbuh Karen, rata-rata pertumbuhan kendaraan yang mencapai 14,73 persen per tahun, terhitung tahun 2000-2009, ikut memicu tingginya konsumsi BBM bersubsidi.
"Tahun 2009 dibandingkan tahun 2008, untuk mobil penumpang tumbuh sebesar 5,1 persen, bus tumbuh 5,7 persen, truk 0,8 persen dan sepeda motor 10 persen," sebut Karen. Sampai September 2011 ini, realisasi penyaluran BBM bersubsidi sudah menembus angka 27 juta KL.