REPUBLIKA.CO.ID,PBB--Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon, Selasa (20/9), mengutuk pembunuhan penengah perdamaian dan mantan presiden Afghanistan Burhanuddin Rabbani dalam satu serangan bunuh diri yang diduga dilakukan oleh faksi santri Taliban.
"Saya sangat terkejut. Saya mengutuk dengan sekeras-kerasnya serangan ini terhadap orang yang bekerja untuk mewujudkan perdamaian di Afghanistan," kata juru bicara pemimpin PBB itu di New York, sebagaimana dikutip Xinhua, Rabu.
Ban mengirim pesan bulasungkawa sedalam-dalamnya kepada keluarga korban tewas dan cedera dan menekankan komitmen PBB untuk mendukung Afghanistan serta rakyatnya guna mewujudkan perdamaian kestabilan serta bekerjasama secara erat dengan mereka, kata jurubicaranya.
Seorang pembom bunuh diri Taliban dengan bahan peledak yang disembunyikan di sorbannya telah menyerang tempat tinggal Rabbani di ibu kota Afghanistan, Kabul, bersama seorang temannya sebab mereka diduga sebagai utusan yang membawa "pesan khusus" dari Taliban.
Bom itu diledakkan saat penyerang tersebut memeluk Rabbani --pemimpin Dewan Perdamaian Tinggi Afghanistan, yang didirikan tahun lalu oleh Presiden Hamid Karzai guna melakukan pembicaraan dengan gerilyawan. Tempat kediaman Rabbani berada di kantung diplomatik yang dijaga ketat di Kabul, dan serangan itu dilancarkan hanya sepekan setelah serangan 20 jam di pinggiran tempat tersebut --yang juga dikenal sebagai "zona hijau".
"Rabbani telah gugur," kata Mohammed Zahir, kepala Bagian Penyelidikan Kejahatan Polisi Kabul, kepada Reuters. Namun ia tidak memberi perincian lebih jauh. Seorang sumber polisi senior mengatakan Masoom Stanekzai, penasehat senior Presiden Hamid Karzai, luka berat dalam serangan tersebut.
Rabbani, mantan pemimpin kelompok Mujahidin pada masa pendudukan bekas Uni Soviet di Afghanistan pada 1980-an, dipilih oleh Karzai untuk memimpin Dewan Perdamaian Tinggi pada Oktober lalu. Ia ditugasi merundingkan diakhirinya perang di negara itu secara politik.
Rencananya meliputi tawaran pengampunan dan pekerjaan kepada tentara Taliban serta pemberian suaka di negara ketiga bagi para pemimpinnya. Rabbani menjadi presiden Afghanistan pada 1990-an, ketika kelompok mujahidin berjuang untuk menguasai negara itu setelah penarikan Tentara Merah Soviet.