REPUBLIKA.CO.ID, KABUL – Setelah upaya bertahun-tahun mendorong rekonsiliasi dengan Taliban, Presiden Afghanistan Hamid Karzai kini menyatakan kebalikan dari sikap yang selama ini ditunjukkannya.
Dalam sebuah rekaman pidato resmi, Karzai mengatakan upaya bernegosiasi dengan pemberontak sebagai usaha yang sia-sia, dan justru memfokuskan negosiasi dengan pemerintah Pakistan.
Dalam rekaman yang dipertunjukkan, Sabtu (1/10) kemarin, Karzai mengubah pandangannya soal usaha membangun komunikasi dengan Taliban, setelah peristiwa bom bunuh diri yang menewaskan mantan Presiden Afghanistan, Burhanuddin Rabbani, di kediamannya, 20 September lalu. Rabbani merupakan utusan Karzai untuk menjadi perantara perdamaian dari pemerintah Afghanistan kepada Taliban.
"Utusan mereka datang dan membunuh... Jadi dengan siapa kita harus berdamai? Saya tidak punya jawaban lain kecuali mengatakan bahwa pihak lain yang perlu diajak negosiasi adalah Pakistan," kata Karzai dalam pertemuan pemuka agama tingkat nasional, Jumat (30/9) lalu.
Karzai mengalihkan upaya negosiasinya kepada Pakistan karena sebagian besar pemimpin Taliban diketahui hidup di negara yang menjadi tetangga Afghanistan tersebut. Dewan pemerintahan Taliban yang dikenal sebagai Syura Quetta juga berbasis di kota dengan nama yang sama di selatan Pakistan. Sejak lama, pemerintah Pakistan diyakini memberikan perlindungan dan pengaruh kepada kelompok Taliban.
Otoritas Afghanistan mengaku memiliki bukti bahwa pembunuhan terhadap Rabbani direncanakan oleh tokoh Taliban yang tinggal di Quetta. Di hadapan parlemen Afghanistan, Menteri Dalam Negeri Afghanistan, Besmillah Mohammadi, bahkan menyebutkan dinas intelejen Pakistan—yang dikenal sebagai ISI—turut terlibat dalam pembunuhan Rabbani, "Tak ragu lagi, ISI terlibat dalam pembunuhan ini," ujar Mohammadi.
Namun pihak Pakistan telah membantah tuduhan ini.