REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Majelis agama-agama yang tergabung di dewan agama Inter Religius council (IRC) menolak segala bentuk aksi terorisme.
Tindakan teror tidak dibenarkan oleh agama manapun. Tak terkecuali aksi di Gereja Bethel Injil Sepuluh (GBIS), Kepunton, Solo, Jawa Tengah. Pernyataan ini dilontarkan masing-masing delegasi majelis agama di Jakarta, Senin (26/9).
Turut hadir dalam acara itu, antara lain Majelis Ulama Indonesia (MUI), Persatuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI), Konferensi Waligereja Indonesia (KWI), dan Persatuan Umat Budha (Walubi).
Ketua Presidium IRC, Din Syamsuddin, mengutuk keras aksi terorisme yang tidak berprikemanusiaan dan hanya dilakukan oleh orang yang tak memiliki Tuhan. Berbagai aksi terorisme sepatutnya diwaspadai oleh umat beragama. "Bisa jadi, pelaku yang tidak bertanggungjawab bermaksud mengadu domba antar umat beragama," ujarnya.
Din menilai aksi-aksi terorisme yang terjadi menunjukkan bahwa operasi intelijen dan upaya penangkalan atau pencegahan oleh aparat keamaan masih lemah. Padahal semestinya kejadian itu bisa diantisipasi.
Menyusul kerusuhan di Ambon yang terjadi beberapa waktu lalu, banyak pihak menduga bahwa akan terjadi peledakan bom. "Seyogianya aksi lanjutan seperti peledakan bom dapat diantisipasi," tegasnya.
Ketua MUI, Amidhan Shaberah, mengutuk keras segala aksi terorisme. Kinerja intelijen dinilai lambat. Mereka tak mampu mengantisipasi potensi teror yang mungkin muncul.
Agar tidak terjadi lagi, pihaknya mendesak aparat kepolisian meningkatkan kewaspadaan. Penyelesaian kasus itu harus dilaksanakan segera dengan mengungkap pelaku utama. "Jika tidak, akan terus muncul kecurigaan," katanya.
MUI secara tegas menolak aksi terorisme. Terorisme tak bisa dikatikan dengan agama tertentu. Perbuatan yang menyebabkan ketidaknyamanan bahkan membahayakan orang lain itu telah difatwakan haram oleh MUI.
Apapun tujuan dan motifnya, MUI telah membentuk satuan tugas khusus tim penanggulangan terorisme. "Tim tersebut berfungsi meluruskan pemahaman jihad yang telah diselewengkan," kata Amidhan.