JAKARTA - Niatan mulia Palestina untuk menjadi anggota Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) runtuh seketika dengan dikeluarkanya hak veto oleh AS. Padahal hak veto AS hanya mencerminkan kepentingan AS sendiri bukan dunia.
Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Luar Negeri, Muhyiddin Junaidi menilai hak veto tidak lagi relevan dengan perkembangan kekuatan dunia. Apalagi saat ini, telah muncul kekuatan baru seperti Rusia, China, Brazil, dan Afrika Selatan. "Saya kira tidak lagi relevan," paparnya kepada republika.co.id di Jakarta, Selasa (27/9).
Muhyiddin memaparkan kepemilikan hak veto oleh AS, Rusia, Cina, Perancis dan Inggris tidak mencerminkan representasi dunia dalam usaha mewujudkan perdamaian sejati selayaknya tujuan didirikannya lembaga PBB. Idealnya, hak veto dimiliki oleh negara perwakilan dari lima dunia. "Memang ada cuma anggota tidak tetap DK PBB," paparnya.
Semestinya, ungkap Muhyiddin, keanggotaan DK PBB pemilik hak veto terdiri dari negara-negara yang mewakili lima benua dimaksud. Misalnya saja, Afrika diwakili oleh Afrika Selatan. Lalu ada perwakilan Timur Tengah, Asia dan Osenia atau Amerika Latin."Alih-alih, dunia Islam layak lho memiliki hak veto," paparnya.
Sayang, meski kepemilikan hak veto mencerminkan ketidakadilan atau ketidaksejajaran, sulit untuk mengubah posisi itu. Apalagi, untuk mengubahnya bakal menghadapi tantangan dari pemain lama. Sebabnya, merupakan hal mustahil untuk mewujudkan itu. "Sulit memang, tapi perlulah untuk dikaji segala kemungkinan agar tatanan dunia yang adil dan sejati terwujud," pungkasnya.