REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Pengamat politik Universitas Indonesia, Iberamsjah, menilai Kapolri Jenderal Timur Pradopo berada di bawah tekanan penguasa dalam kasus surat palsu Mahkamah Konstitusi (MK). Menurut Iberamsjah, penyidik terlihat jelas tidak berdaya menghadapi pengaruh kekuasaan sebab berhadapan dengan Partai Demokrat jika ingin membongkar kasus itu.
“Institusi Polri tersandera sebab Kapolri punya hutang budi terhadap Presiden. Sehingga tidak berani membongkar kasus itu,” kata Iberamsjah usai diskusi di Rumah Perubahan, Selasa (27/9).
Bareskrim Polri, tuding dia, sekarang berada dalam posisi terdesak sebab melawan logika publik. Hal itu terkait hasil penyidikan polisi yang bertentangan dengan tim investigasi MK, Panja Mafia Pemilu DPR, dan penilaian masyarakat.
Karena itu, ia sangat setuju jika Kapolri ke depannya tidak lagi berada di bawah Presiden. Karena jika diangkat Presiden, maka ketika menangani kasus yang berhubungan dengan penguasa, penyidik berada dalam posisi sulit.
Dengan posisi sekarang, jika berani macam-macam menetapkan tersangka surat palsu MK, maka Kapolri bisa diberhentikan Presiden. “Selama Kapolri masih di bawah Presiden seperti sekarang, sangat sulit kasus surat palsu terungkap,” ujar Iberamsjah.
Andi Asrun, kuasa hukum tersangka surat palsu MK Zainal Arifin Hoesien, mengatakan penyidikan kasus itu sangat janggal. Meski data dan fakta kliennya terang-benderang tidak bersalah, namun tetap dijadikan tersangka. Adapun aktor utama pembuat surat palsu, Andi Nurpati malah tidak tersentuh hukum.
Karena itu, ia meminta tiga hakim konstitusi, yakni Mahfud MD, Harjono, dan Maria Farida Indrati, untuk hadir sebagai saksi a de charge (meringankan). Hal itu sangat penting untuk meluruskan penyidikan kasus surat palsu MK. Asrun mendesak Bareskrim tidak malu mencabut status tersangka terhadap kliennya.
Hal itu karena berkas penyidikan yang diajukan ke Kejaksaan Agung berulang kali dikembalikan (P19). Jika Bareskrim Polri masih bersikukuh merasa benar dengan alur penyidikannya, maka langkah penyidik sangat mencurigakan. “Polisi harus cabut status tersangka klien saya setelah kedatangan tiga hakim konstitusi menjadi saksi.”
Dikatakan Asrun, kliennya sebenarnya tidak bersalah dan hanya menjadi tumbal untuk memenuhi kepentingan penguasa. Yang benar, sebut dia, Andi Nurpati dan Dewie Yasin Limpo sangat layak dijadikan tersangka untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya.
Karena dari berbagai bukti dan pengakuan saksi, Andi Nurpati berperan sebagai pembuat dan Dewie Yasin Limpo sebagai pemakai surat palsu MK. Ditambah peran mantan hakim konstitusi Arsyad Sanusi yang ikut memperlancar pembuatan surat palsu MK, membuatnya yakin ketiga orang itu yang bersalah. “Mereka itu yang bersalah, bukan klien saya,” kata Asrun.