REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK — Unjuk Rasa Anti-Wall Street memasuki pekan kedua dan menyebar ke berbagai kota di Amerika Serikat. Para pemrotes yang mengakui muak dengan kapitalisme Amerika ini melakukan aksi jalan kaki dari Gedung Bank sentral dan berkemah di taman-taman kota.
Demo menyebar hingga ke Los Angeles, Portland, Maine, dan berbagai kota lain sebagai bentuk kemarahan atas ekonomi AS yang rapuh dan atas apa yang mereka lihat sebagai keserakahan korporasi.
Di Manhattan, ribuan pengunjuk rasa mendandani diri bak zombie dan memblokir jalan menuju Bursa Efek New York. Di Chicago, pengunjuk rasa melakukan aksi tabuh drum di distrik finansial kota ini. Beberapa meluapkan kemarahan dengan membagikan selebaran pada pengendara mobil yang melintas Boston, St Louis, dan Kansas City.
Lebih dari 700 pengunjuk rasa telah ditahan di Brooklyn Bridge akhir pekan lalu. sebagian besar adalah mahasiswa yang mencemaskan masa depannya dan juga para pekerja tengah baya.
Kantor berita Associated Press menggambarkan aksi unjuk rasa ini mirip gerakan revolusi di dunia Arab yang menumbangkan rezim Husni Mubarrak di Mesir. "Saya mdari dulu memikirkan hal ini suatu saat pasti akan terjadi. Saya sungguh menantikan momen-momen seperti ini," kata Steven Harris, seorang sopir truk yang di-PHK dari pekerjaannya.
Harris bersama 20 orang rekannya ikut berkemah di taman seberang bank Sentral Kansas, dengan membawa kantong tidur, pakaian, dan keperluan lain.
Demonstrasi anti-Wall Street pertama dimulai pada 17 September 2011 dengan mendirikan tenda di depan Bursa Efek New York. Dalam waktu sekejap, ratusan orang ikut bergabung bersama mereka dan menerbitkan media sendiri, The Occupied Wall Street Journal. Diduga, media sosial turut mempopulerkan gerakan ini.