REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Beberapa pengamat politik menilai penambahan Wakil Menteri membuat tumbuh Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) Jilid II terlihat gemuk. Staff Khusus Kepresidenan Bidang Komunikasi Politik, Daniel Sparringa menolak penilaian tersebut. Sebab. menurutnya, istilah 'Kabinet gemuk' itu tidak relevan.
"Istilah 'menjadi tambah gemuk' sangat tak relevan," ujarnya kepada Republika, Jumat (14/10). Menurut Daniel, mereka itu direkrut dalam lingkungan pegawai negeri sipil (PNS). Istilahnya, mereka itu adalah professional yang telah lama berkarier di birokrasi. Bahkan keberadaan mereka juga diakui dalam Undang-Undang.
"Jadi tidak ada yang salah," ujarnya. Bahkan sebaliknya, penempatan pejabat karier sebagai wakil menteri adalah untuk up-scaling. Dalam rangka meningkatkan kualitas proses perumusan kebijakan agar output-nya lebih sempurna.
Mereka sangat diperlukan untuk menghasilkan sinergi untuk meningkatkan kapasitas organisasi di masing-masing kementerian. "Ini logika yang sangat sederhana untuk dimengerti siapa pun," ujarnya.
Ia juga membantah yang kesekian kalinya, bahwa Presiden masih tersandera partai koalisi. Selama ini, Presiden mengendalikan sepenuhnya semua proses dalam kabinet, termasuk urusan reshuffle.
Ditemui ditempat terpisah, Mentri Agama, Suryadharma Ali yang juga merangkap sebagai Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) menilai, keputusan Presiden untuk memperbanyak Wakil Mentri sudah tepat. Wakil Menteri ini sejalan dengan keinginan Presiden yang menganggap Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II hasil reshuffle ini adalah kabinet kerja.
Ketika ditanya apakah Mentri Agama juga membutuhkan Wakil Mentri, Suryadhama Ali menganggap itu tergantung Presiden. "Saat ini masih bisa Menterinya yang menangani," candanya.