Sabtu 22 Oct 2011 07:14 WIB

Penghujung Oktober, NATO Akhiri Operasi di Libya

Serangan udara NATO di ibu kota Libya, Tripoli.
Foto: REX/Mirror.co.uk
Serangan udara NATO di ibu kota Libya, Tripoli.

REPUBLIKA.CO.ID, BRUSSEL - NATO merencanakan untuk mengakhiri misi serangan udara dan lautnya selama tujuh bulan di Libya pada 31 Oktober, kata Sekjen NATO Anders Fogh Rasmussen, Jumat (21/10). Tapi, katanya, aliansi itu akan mengeluarkan keputusan resmi pekan depan setelah berkonsultasi dengan PBB dan pemerintah sementara Libya.

"Kami sepakat bahwa operasi kami telah sangat mendekati penyelesaian dan kami telah mengambil keputusan awal untuk mengakhiri operasi Unified Protector pada 31 Oktober," kata Rasmussen setelah pembicaraan lama dengan para dubes aliansi yang memiliki 28 anggota itu mengenai kapan dan bagaimana akan mengakhiri operasi tersebut.

"Dalam pada itu, saya akan berkonsultasi secara dekat dengan PBB dan Dewan Transisi Nasional", pemerintah sementara di Libya, katanya. "Saya sangat bangga mengenai apa yang telah kami capai, bersama dengan mitra-mitra kami, termasuk banyak dari kawasan itu."

NATO akan terus memantau situasi dan mempertahankan kapasitas untuk memanggapi ancaman pada warga sipil jika diperlukan," katanya sehari setelah tewasnya Muamar Gaddafi dan jatuhnya benteng pertahanan terakhirnya.

Ketika diminta untuk mengkonfirmasi bahwa serangan terhadap konvoi Qaddafi dekat Sirte, Kamis, tidak disengaja, Rasmusen mengatakan mantan pemimpin Libya itu tak pernah menjadi sasaran.

Ia minta pemerintah transisi Libya "untuk berbuat menghormati hak asasi manusia, termasuk transparansi penuh". Sebelumnya, kepala komando koalisi, Laksamana AS James Stavridies mengatakan di Facebook: Saya akan merekomendasikan penyelesian misi ini pada Dewan Atlantik Utara NATO dalam beberapa jam".

"24 jam yang luar biasa di Libya," katanya. "Hari baik bagi NATO. Hari besar bagi rakyat Libya."

Pembicaraan antara para duta besar terpecah pada "keamanan dan pemilihan waktu pengumuman" mengenai berakhirnya operasi itu, kata seorang diplomat, saat beberapa anggota percaya NATO perlu menunggu para pemimpin baru Libya mengumumkan secara resmi pada Ahad bahwa Libya telah dibebaskan.

Aliansi itu, menurut hitungannya sendiri, telah melakukan 26.156 penerbangan, termasuk 9.634 serangan, sejak mengambilalih misi dari Paris dan London pada 31 Maret berdasar mandat PBB untuk melindungi warga sipil karena ancaman dari rezim Qaddafi.

NATO sebelumnya Jumat mengatakan mereka tidak mengetahui bahwa Gaddafi telah melakukan perjalanan dalam konvoi yang dihantam oleh pesawat aliansi dekat Sirte hari sebelumnya.

"Pada waktu serangan itu, NATO tidak tahu bahwa Qaddafi dalam konvoi tersebut," kata NATO dalam sebuah pernyataan panjang. "Kami kemudian memperlajari dari sumber-sumber terbuka dan intelijen Sekutu bahwa Qaddafi dalam konvoi itu.

Pesawat NATO menghantam 11 kendaraan pro-Gaddafi pada sekitar pukul 1030 GMT (pukul 17.30 WIB) Kamis yang merupakan bagian dari kelompok kira-kira 75 kendaraan yang bermanuver di sekitar Sirte.

Hanya satu kendaraan yang hancur, tapi itu mengacau konvoi tersebut "dan mengakibatkan banyak kendaraan bubar dan mengubah arah". NATO kemudian melibatkan sekelompok kira-kira 20 kendaraan, menghancurkan atau merusak sekitar 10 dari kendaraan-kendaraan itu. "Serangan itu mungkin menyumbang pada penangkapannya," kata NATO, merujuk ke Qaddafi.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement