REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG – Mantan Sekda Kabupaten Sragen, Koeshardjono, menyatakan keberatan atas dakwaan yang disampaikan Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Dalam sidang perdana yang dilakukan hari ini, Kamis 910/11), JPU mendakwa Koeshardjono dengan dakwaan primer pasal 2 junto pasal 18 serta dakwaan sekunder pasal 3 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Koeshardjono pun mengajukan keberatannya atas dakwaan jaksa. “Saya keberatan atas dakwaan JPU,” ujarnya, yang didampingi kuasa hukumnya Yohanes Winarto, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Semarang.
Dengan adanya keberatan ini, maka sidang selanjutnya yakni pada Kamis (24/11) mendatang akan dilanjutkan dengan agenda pengajuan eksepsi dari terdakwa.
Koeshardjono diduga tersangkut dalam kasus korupsi keuangan kas daerah sebesar Rp 11,2 miliar. Kasus korupsi itu bermula ketika kas daerah Kabupaten Sragen dipindahkan dalam bentuk deposito di Perusahaan Daerah BPR Djoko Tingkir dan BPR Karangmalang.
Pemindahan dana secara bertahap di BPR Djoko Tingkir sebanyak 38 kali dengan jumlah keseluruhan Rp 29 miliar yang terbagi dalam 38 lembar sertifikat deposito serta telah digunakan sebagai jaminan pengajuan kredit atas nama pemerintah daerah setempat.
Dalam melakukan penyelidikan, tim jaksa penyidik Kejati yang diketuai Nurmulat juga menemukan 108 surat perjanjian kredit dengan total pinjaman sebesar Rp36 miliar.
Pemindahan dana dari kas daerah Kabupaten Sragen juga dilakukan ke BPR Karangmalang secara bertahap mulai 2006 sampai dengan 2010 sebanyak delapan lembar dan juga dijadikan agunan kredit dengan total enam miliar rupiah.
Uang hasil pinjaman dengan menggunakan fasilitas yang diberikan pemerintah seharusnya dimasukkan dan dicatat dalam kas daerah yang dikelola melalui mekanisme APBD, tidak untuk membiayai kegiatan di luar kedinasan.