Rabu 16 Nov 2011 15:54 WIB

Rangkap Jabatan Anggota DPR Bentuk Korupsi Terselubung

Rhenald Kasali
Foto: Republika/Soemarsono
Rhenald Kasali

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (FEUI) Prof Rhenald Kasali mengatakan legislator atau wakil rakyat (DPR) yang merangkap jabatan di lembaga swasta, seperti advokat atau notaris akan menimbulkan konflik kepentingan dan ketidakpercayaan masyarakat luas terhadap DPR.

"Di masyarakat ada tendensi penggunaan jabatan wakil rakyat sebagai 'power marketing'," katanya saat memberi keterangan dalam sidang pengujian UU Nomor 27 Tahun tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3) di Mahkamah Konstitusi (MK) Jakarta, Rabu (16/11).

Rhenald juga mengatakan bahwa rangkap jabatan tersebut juga digunakan menekan dan memanfaatkan hubungan dengan eksekutif telah menimbulkan praktik bisnis yang tidak sehat dan korupsi terselubung.

Guru besar FEUI ini meminta aturan Pasal 208 ayat (2) UU MD3 yang hanya melarang anggota DPR/DPD/DPRD merangkap jabatan struktural pada lembaga pendidikan swasta, seharusnya berlaku untuk semua profesi.

Pengujian UU MD3 ini dimohonkan oleh Judilherry Justam, Chris Siner Key Timu (Petisi 50) dan Muhammad Chozin Aminullah (aktivis).

Mereka menguji sejumlah pasal yang mengatur tentang komposisi Badan Kehormatan (BK) DPR dan larangan rangkap jabatan anggota DPR/DPD/DPRD, yakni Pasal 123, 124 ayat (1), Pasal 234 ayat (1) huruf f, Pasal 245 ayat (1), dan Pasal 302 ayat (1) huruf f.

Selain itu, Pasal 353 ayat (1) huruf f yang mengatur BK DPR dan Pasal 208 ayat (2), Pasal 277 ayat (2), Pasal 327 ayat (2), Pasal 378 ayat (2) yang mengatur larangan rangkap jabatan.

Mereka juga menguji Pasal 123, 124 ayat (1), Pasal 234 ayat (1) huruf f, Pasal 245 ayat (1), Pasal 302 ayat (1) huruf f, Pasal 353 ayat (1) huruf f UU MD3 bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945, kecuali keanggotaannya ditafsirkan harus melibatkan unsur masyarakat.

Sementara Pasal 208 ayat (2), Pasal 277 ayat (2), Pasal 327 ayat (2), Pasal 378 ayat (2) UU MD3 konstitusional bersyarat, larangan jabatan dalam Pasal 208 ayat (2) itu dimaknai termasuk larangan rangkap pekerjaan di badan swasta atau melakukan pekerjaan lain tugas fungsi DPR/DPD/DPRD.

Menurut Rhenald, jika wakil rakyat yang tidak berbisnis, tidak menjalankan kegiatan profesional, tidak menjadi makelar, atau kegiatan ekonomi lainnya akan memudahkan perannya untuk fokus menjalankan amanah konstituennya.

"Wakil rakyat yang fokus dan bebas kepentingan akan menjamin integritas, netralitas, disiplin, dan perilaku positif bernegara," tandasanya.

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement