Rabu 23 Nov 2011 22:42 WIB

Kisruh Divestasi Newmont tak Perlu Dibawa ke MK

Rep: EH Ismail/ Red: Ismail Lazarde
Tambang Newmont Nusa Tenggara/Ilustrasi
Foto: Antara
Tambang Newmont Nusa Tenggara/Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA –Kementerian Keuangan (Kemenkeu) diminta mengkaji ulang upaya membawa sengketa kewenangan membeli tujuh persen sisa divestasi saham Newmont Nusa Tenggara (NTT) ke Mahkamah Konstitusi (MK) .

Pakar Hukum Tata Negara Margarito Kamis menilai, upaya membawa kisruh divestasi saham NNT hanyalah langkah keliru yang mudah dikalahkan. Menurut Margarito, DPR sudah benar dengan menyatakan uang untuk pembelian saham divestasi NNT adalah uang negara. Karenanya, langkah tersebut haruslah seijin DPR.

“Apalagi sudah ada hasil audit BPK yang menegaskan itu, jadi sia-sia upaya pemerintah membawa masalah ini ke MK,” ujar Margarito di Jakarta, Rabu (23/11).

Senada dengan Margarito, pakar hukum pidana pencucian uang, Yenti Garnasih, menyatakan, posisi DPR sudah benar dalam kaitan penggunaan uang negara di Pusat Investasi pemerintah (PIP). Apalagi hasil audit BPK menguatkan ada pelanggaran jika Menteri Keuangan memaksakan diri membeli saham dengan dana PIP yang dialokasikan untuk pembangunan infrastruktur.

“Kewenangan bujet anggaran negara ada di DPR, artinya penggunaanya harus seijin DPR. Mengapa Menteri Keuangan tidak mau meminta ijin DPR untuk membeli saham Newmont dari dana PIP?” tanya Yenti.

Pakar hukum pertama yang membuat disertasi soal kejahatan pencucian uang ini mengatakan, kemungkinan potensi korupsi cukup tinggi jika penggunaan anggaran negara salah peruntukannya. “Jika untuk infrastruktur ya untuk itu, bukan untuk saham.”

Yenti menegaskan perlunya menghormati hasil audit BPK soal Newmont. “BPK adalah lembaga negara, kalau tidak menghormati hasil auditnya, lalu buat apa BPK?”

Lebih jauh Margarito mengatakan, sesuai Pasal 17 UUD 1945, menteri hanyalah pembantu presiden. Jadi,menteri bukan lembaga negara. Jika ingin membawa ke MK, maka  Presiden mengajukan permohonan itu.

Margarita juga menyatakan, Pasal 4 Ayat 1 UUD 1945 menyebutkan Presiden adalah pemegang kekuasaan pemerintahan. Artinya, menteri tidak punya kewenangan pemerintahan dan jika ngotot mengajukan permohonan uji materi ke MK, maka keliru.

“Jadi, menurut saya Menteri Keuangan harus berfikir ulang menempuh langkah ke MK karena percuma dan akan kandas,” pakar hukum lulusan Universitas Indonesia ini.

Mengenai kewenangan keuangan negara, kata dia, maka DPR lah yang memiliki otoritas untuk mengijinkan atau tidak mengijinkan penggunaannya. Jika DPR meminta Menteri Keuangan harus mendapat ijin penggunaan dana PIP untuk membeli saham NNT, maka Menteri Keuangan harus melaksanakan permintaan DPR tersebut.

“Diijinkan atau tidak, itu ranah DPR,” kata Margarito.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement