REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Kementerian Kesehatan menilai penyusunan RPP Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagu Kesehatan (RPP Tembakau) bukan hanya amanat undang-undang. RPP Tembakau pun disusun bukan untuk merugikan petani tembakau.
''Materi pengaturan dalam RPP ini tidak melarang kegiatan penanaman tembakau, memproduksi rokok atau merokok,'' kata Kepala Pusat Komunikasi Publik Kemenkes, drg. Murti Utami, MPH, dalam rilisnya yang diterima Republika.co.id.
Pernyataan ini terkait maraknya penolakan dari berbagai kelompok masyarakat atas RPP Tembakau. Salah satunya adalah PWNU Jawa Barat yang menentang keras rancangan peraturan pemerintah (RPP) Tembakau. Mereka menilai RPP Tembakau akan merugikan 30 ribu petani tembakau di wilayah Jawa Barat.
Murti menuturkan beberapa permohonan judicial review terhadap 'ayat tembakau' pada UU Kesehatan yang diajukan ke Mahkamah Konstitusi baik oleh perorangan atau kelompok masyarakat itu telah diputuskan oleh MK. Atas dasar keputusan tersebut, materi pasal 113, 114 dan 199 UU Kesehatan yang diimplementasikan dalam RPP Tembakau pada dasarnya telah memberikan kepastian hukum dan memperkuat keberadaan RPP.
Pasal 113 memuat pengaturan tembakau dan produk yang mengandung tembakau sebagai zat adiktif. Sementara, pasal 114 dan 199 berisikan pencantuman peringatan kesehatan berupa tulisan dan gambar.
''Pengaturan iklan, promosi dan sponsor serta penetapan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) dilaksanakan dengan prinsip pendekatan pengendalian untuk memperkecil dampak buruk rokok bagi kesehatan,'' katanya.
Lebih jauh, Murti menandaskan RPP Tembakau merupakan amanat pasa 116 Undang Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. UU tersebut mengharuskan ketentuan tentang zat adiktif diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. Adapun tujuan utamanya untuk melindungi kesehatan jutaan rakyat Indonesia khususnya masyarakat usia produktif, anak, remaja, perempuan hamil dari bahaya asap rokok.