REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING - Menteri Keuangan Amerika Serikat (AS) Timothy F Geithner, mengunjungi Beijing awal pekan ini, kunjungan tersebut untuk mencari dukungan Cina untuk menekan pengurangan impor minyak negara tirai bambu itu dari Iran.
Mungkin sudah bisa diprediksi, Geithner justru menemukan penolakan dari Beijing untuk memberikan sanksi dan tekanan finansial terhadap Teheran.
Dalam konfrensi pers kepada para wartawan Senin (9/1), Wakil Menteri Luar Negeri Cina untuk hubungan dengan AS, Cui Tiankai mengatakan, bahwa China mendukung upaya nonproliferasi global terhadap berbagai isu nuklir, tetapi perdagangan terpisah dari permasalahan itu.
"Hubungan perdagangan normal dan kerjasama energi antara China dan Iran tidak ada hubungannya dengan masalah nuklir," kata Cui. Ia juga menegaskan pihaknya tidak mau ikut campur isu tersebut.
Cina mengimpor 11 persen minyak dari Iran tahun lalu untuk konsumsi energi dalam negerinya, dan impor minyak Iran ke Cina mencapai angka tertinggi pada November lalu sekitar 617.000 barel per hari. Menurut data dari kantor bea cukai China, pembelian minyak dari Iran tahun lalu secara signifikan lebih tinggi dibandingkan pada tahun sebelumnya pada perbandingan bulan ke bulan. Iran mengirim sekitar sepertiga dari ekspor minyak ke China.
AS berusaha memaksa dunia internasional memberikan sanksi kepada Iran, dengan membuat undang-undang baru yang akan menghukum perusahaan asing yang berhubungan dengan Bank Sentral Iran. Kunjungan Geithner ke China, yang bakal disertai mampir ke Jepang akhir pekan ini, bertujuan membujuk konsumen utama minyak dari Asia untuk setidaknya mengurangi, jika tidak berhenti mengimpor minyak Iran.