REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Din Syamsudin dalam rapat Inter Religius Council Indonesia (IRC-Indonesia) di PP Muhammadiyah mengatakan konflik antarumat beragama sering dipicu oleh aktivitas misionaris yang dipaksakan dalam kehidupan bermasyarakat di Indonesia. Konsep aktivitas itu, jelas dia, terutama dimiliki oleh Islam dan Kristen.
Kedua agama samawi (Islam-Kristen) itu memang memiliki konsep penyebaran agama yang kuat. "Dalam Islam dikenal dengan istilah Dakwah sedangkan dalam kristen atau Khatolik dikenal dengan Misi 'kristenisasi'," ujarnya kepada Republika, Jumat (13/1). Karena itu model misionaris atau dakwah dalam istilah Islam, seharusnya dapat dilihat secara tepat dalam kondisi sosial masyarakat sekitar.
Menurut dia semua harus dikembalikan pada etika beragama. Para pemimpin agama diseluruh Indonesia ialah pihak yang paling bertanggung jawab untuk memegang etika tersebut.
Sementara perwakilan Khatolik, Romo Beni memberi pandangan berlainan. Ia mengatakan konsep misionaris di kristen sudah lama tidak digunakan. Karena saat ini masyarakat sudah lebih modern dan lebih kritis dalam berbagai hal informasi.
"Justru bagaimana kita bisa menjaga arus informasi yang begitu kuat di era teknologi informasi sekarang,"ujarnya. Pemimpin agama, ujarnya perlu melakukan pemetaan yang tepat agama agar misi atau kegiatan dakwah tak menyulut konflik antar umat beragama.
Yang paling dibutuhkan, jelas dia, kecerdasan pemimpin agama dalam menyikapi perubahan perilaku di masyarakat. "Masyarakat sekarang lebih cerdas dibanding dahulu, jadi konsep misionaris susah diterapkan saat ini," tandasnya