REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Rancangan Undang-Undang Keamanan Nasional (RUU Kamnas) yang akan disahkan menjadi Undang-Undang ternyata masih meninggalkan catatan bagi kalangan Organisasi Masyarakat (Ormas) Islam. Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Dr Abdul Mu’ti, mengatakan, beberapa ormas Islam masih memberikan catatan penting dalam RUU Kamnas tersebut.
“Karena terdapat multitafsir dalam beberapa kalimat yang bisa merugikan beberapa kalangan terutama dari kalangan Muslim dengan istilah radikalisme agama,” ujarnya kepada Republika, Senin, (16/1).
Dalam RUU Kamnas tersebut, jelas Mu’ti, juga disebutkan istilah ancaman non-militer yang bisa ditujukan bukan hanya negara. Namun kelompok dan perseorangan akan ditindak secara hukum bila menjadi ancaman potensial. Pasal ini bisa menjadi pasal karet bagi kelompok aliran/paham sesat untuk berlindung dibalik itu.
Selain itu, menurut Mu’ti, diberikan pula ‘kuasa khusus’ bagi TNI dan Intelejen untuk melakukan langkah kongkret seperti penangkapan, pemeriksaan dan penyadapan dalam pasal 54 huruf e jo pasal 20 RUU Kamnas. Tentu ini akan berpotensi melahirkan tindakan represif dan penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power).