Selasa 31 Jan 2012 21:28 WIB

'Nasib Anas di Tangan Majelis Tinggi, DPD, DPC Bukan Wanbin'

Anas Urbaningrum
Anas Urbaningrum

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Pasca-penyebutan empat tokoh yang dilontarkan salah satu anggota Dewan Pembina (Wanbin) Partai Demokrat untuk menggantikan posisi Anas Urbaningrum sebagai ketua umum, menuai polemik, bahkan berbuntut pada konflik internal.

Seakan membalas pernyataan salah satu anggota Wanbin, Ketua Departemen Pemuda dan Olahraga Partai Demokrat, I Gede Pasek Suardika menilai anggota Wanbin Partai Demokrat bukanlah 'dewa' sehingga bisa mencabut status Anas Urbaningrum sebagai Ketua Umum Partai Demokrat.

"Posisi Wanbin bukanlah posisi yang paling berkuasa ibarat para dewa yang bisa melakukan apa saja. Termasuk melengserkan Anas sebagai Ketua Umum PD," kata Pasek di Jakarta, Selasa (31/1).

Menurut anggota Komisi II DPR RI itu, tugas-tugas anggota Wanbin itu diatur dalam pasal 14 ayat 3 dengan sangat terbatas untuk mengarahkan dan membina sehingga ideologi perjuangan partai tetap berjalan sesuai visi misi partai.

"Yang berhak bicara pergantian itu hanya Majelis Tinggi, Dewan Pimpinan Daerah (DPD) dan Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Partai Demokrat. Bukan hanya 20 orang duduk-duduk lalu mencopot ketua umum," kata Pasek.

Dikatakannya, Ketua Dewan Pembina Susilo Bambang Yudhoyono dan Ketua Umum Anas Urbaningrum adalah produk kongres. Beliau berdua, kata Pasek, bagaikan dua sisi mata uang yang tidak terpisahkan. Sehingga hanya mekanisme kongres yang bisa menggantikannya.

Sementara itu, lanjut dia, anggota Wanbin dan pengurus DPP PD adalah sama-sama produk pasca kongres.

"Mereka yang rapat mengatasnamakan Wanbin untuk mencopot ketum bahkan menyiapkan penggantinya adalah menyimpang dari AD/ART. Mengganti ketua umum partai tidak sama dengan mencopot direktur di sebuah perusahaan," pungkas politisi asal Bali itu.

sumber : Antara
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement