REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Kasus penyalahgunaan pita frekuensi 2,1 GHz oleh Indosat Mega Media (IM2) dinilai salah konteks. Kasus yang ditangani kejaksaan agung ini menggambarkan belum bisanya pelapor memahami duduk posisi industri telekomunikasi.
Demikian dikatakan kepala divisi hubungan masyarakat Indosat Djarot Handoko saat berkunjung ke kantor Republika, Jumat (3/2). Djarot mengungkapkan frekuensi yang dipakai oleh IM2 merupakan frekuensi yang berpayung pada jaringan Indosat. Dan Indosat yang menunaikan kewajiban ke negara.
Secara mudah, ia menjelaskan masyarakat harus bisa membedakan antara frekuensi, jaringan dan ISP. Ia menganalogikan frekuensi sebagai tanah kosong yang disediakan oleh pemerintah. Operator, dalam hal ini Indosat merupakan bangunan mall yang berdiri di atas tanah tersebut. ISP (IM2) sebagai salah satu toko yang berada di dalam mall tersebut. IM2 ‘menumpang’ jaringan internet yang dimiliki oleh Indosat. Artinya, IM2 membayarkan kewajibannya kepada Indosat.
Sementara itu, Indosat sebagai ‘pemilik’ mall berkewajiban membayarkan kewajibannya kepada negara. “Kita bayar setiap tahun. Mau pelanggan satu atau seribu jumlahnya tetap sama. Dan itu, jumlahnya (kewajibannya) dari tahun ke tahun selalu naik,” kata Djarot.