REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) tidak menyinggung kasus korupsi yang menjerat jajarannya di kabinet atau pun di partainya. Menurut pakar hukum pidana dari Universitas Indonesia, Ganjar Laksamana, bila SBY peduli pada upaya pemberantasan korupsi, maka ia akan mendorong Komisi Pemberantasan Korupsi untuk menindak jajarannya di kabinet dan tak hanya terfokus pada ketua umum DPP Partai Demokrat, Anas Urbaningrum, saja.
“Sebaiknya SBY harus memanfaatkan momen itu untuk berbicara yang luas, bukan hanya masalah Anas. Ini bicara panjang lebar yang kena dan disinggung Anas saja, tentunya ini menimbulkan kecurigaan ada 'udang dibalik udang',” ujar Ganjar, Selasa (7/2).
Dia berpendapat, SBY sebenarnya lebih peduli pada isu mengenai kemerosotan partainya. Soalnya, kata dia, jika memang peduli pada korupsi, SBY seharusnya menyebut juga jajarannya yang terlibat korupsi. Ganjar berpendapat, sepertinya SBY mempertimbangkan keutuhan kabinetnya. "Kalau mau diambil semua, maka seharusnya semua partai keambil, karena semua partai terlibat di pangkalnya, yaitu di Badan Anggaran (Banggar) DPR. Kalau masuk semua, maka tidak ada lagi partai di Indonesia. Ini berbahaya dan oleh karena itu harus dilokalisir,” tegasnya.
Pihaknya juga mengingatkan SBY untuk tidak menggunakan jargon pemerintah yang berhasil memberantas korupsi. ”Kalau yang menangkap KPK, jangan lagi mengeklaim itu sebagai keberhasilan pemerintahan SBY-lah. KPK kan bukan sub ordinat presiden,” tegasnya.