Rabu 15 Feb 2012 06:27 WIB

Atasi Anak Jajan, Terapkan Revolusi Makanan

Rep: Ita Nina Winarsih/ Red: Dewi Mardiani
Jajanan Anak (ilustrasi)
Foto: Republika/Tahta
Jajanan Anak (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, PURWAKARTA -- Anak-anak suka sekali dengan jajanan. Di sekitar sekolah, pada umumnya terdapat banyak pedagang jajanan. Karena itu, Pemerintah Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat, mengeluarkan kebijakan mengenai revolusi makanan. Revolusi makanan yang dimaksud, setiap siswa wajib membawa bekal makanan buatan rumah. Kebijakan itu berlaku bagi sekolah dasar. Pasalnya, banyak jajanan anak yang tidak terjamin kesehatannya.

Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi, mengatakan, para kepala sekolah akan segera dikumpulkan. Tujuannya, untuk membahas mengenai penerapan kebijakan revolusi makanan tersebut. Jika ada kepala sekolah yang tak menerapkan kebijakan itu akan terkena sanksi. "Besok (Kamis) kami akan membahas mengenai kebijakan ini," ujar Dedi, kemarin.

Menurut Dedi, mulai saat ini perlu ada perubahan paradigma mengenai bekal makanan anak. Jangan sampai, anak selalu diberi uang untuk membeli jajanan di sekolah. Jajanan tersebut, tidak terjamin kehigienisannya.

Berdasarkan penelitian petugas dari Dinas Kesehatan setempat, 80 persen jajanan anak di sekolah mengandung zat kimia berbahaya. Karena itu, perlu ada kebiasaan yang mendisiplinkan setiap anak harus membawa bekal buatan ibu masing-masing. Seperti, pola memberi uang saku sebesar Rp 5.000 per hari, harus diubah. Uang saku tersebut diganti dengan dibelikan bahan makanan yang bergizi.

Revolusi makanan ini dampaknya sangat positif. Terutama, bagi anak-anak. Mereka, tetap bisa mendapat asupan makanan. Tapi, jauh lebih bergizi dibanding dengan jajan sembarangan. Supaya kebijakan ini dilaksanakan, Dedi akan mengeluarkan payung hukum. Jadi, siapa saja kepala sekolah yang tidak menjalankannya akan kena sanksi. "Sanksinya berupa skor," ujarnya.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement