Selasa 14 Feb 2012 22:00 WIB

Hujjatul Islam: Ibnu Katsir, Guru Umat dan Suluh Penguasa (3-habis)

Kitab Tafsir Ibnu Katsir (ilustrasi).
Foto: Wordpress.com
Kitab Tafsir Ibnu Katsir (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, Ibnu Katsir wafat tidak lama setelah selesai menulis buku Al-Ijtihad fi Thalab Al-Jihad, di usianya yang ke-73 tahun, tepatnya pada 774 H. Ia dikebumikan di pemakaman para sufi di Damaskus, di samping makam gurunya, Ibnu Taimiyah.

Kobar semangat Ibnu Katsir menggali ilmu agama bertepatan dengan serangkaian tragedi memilukan yang menimpa dunia Islam. Ia menyaksikan kejahatan bangsa Tartar membunuh banyak ulama dan tokoh Muslim, memusnahkan buku-buku khazanah keilmuan Islam, dan menghancurkan pusat-pusat peradaban lslam.

Pada 1260, ia menyaksikan pertempuran Ain Jalut, yaitu pertempuran antara Dinasti Mamluk di Mesir melawan bangsa Mongol.

Namun, ancaman keselamatan itu dapat dilaluinya tanpa menyurutkan semangat belajarnya. Sampai akhirnya, Ibnu Katsir menjelma menjadi ulama dengan segudang wawasan dan melahirkan sejumlah karya monumental.

Di antara disiplin ilmu yang ia geluti adalah tafsir, hadits, sejarah, dan fikih. Dalam disiplin-disiplin itulah, imam besar Masjid Umayyah Damaskus ini mempunyai karya-karya penting yang memberikan manfaat kepada umat Islam hingga sekarang.

Dalam bidang hadits, Ibnu Katsir menulis sekitar lima judul buku. Salah satunya Kitab Jami' Al-Masanid wa As-Sunan (Kitab Himpunan Musnad dan Sunan). Kitab ini berjumlah delapan jilid, yang berisi nama-nama para sahabat yang meriwayatkan hadits-hadits dalam Musnad Imam Hanbali.

Selain di bidang hadits, Ibnu Katsir menunjukkan kemahirannya dalam bidang tafsir dengan menulis karya agung berjudul Tafsir Al-Qur'an Al-Karim. Kitab tafsir ini terdiri atas 10 jilid. Penyebarannya telah mencapai seluruh pelosok dunia Islam, dan menjadi rujukan banyak ulama sampai dewasa ini.

Keistimewaan karya Ibnu Katsir yang satu ini terletak pada metodologinya dalam menafsirkan ayat-ayat Alquran. Mula-mula ia menafsirkan ayat Alquran dengan ayat Alquran sendiri. Apabila penafsiran ayat Alquran dengan ayat lainnya tidak didapatkan, maka ia menafsirkannya dengan hadits Nabi SAW. Karena, sunah diakui oleh Alquran sendiri bahwa Nabi bertugas untuk menjelaskan kandungan Alquran.

Kalau penjelasan dari Nabi tidak ditemukan, maka Ibnu Katsir beralih kepada pendapat para sahabat. Karena, menurutnya, merekalah yang mengetahui konteks sosial turunnya ayat-ayat Alquran. Dan jika pendapat para sahabat tidak ditemukan juga, ia mengambil pendapat dari kalangan tabi'in.

Di bidang sejarah, Ibnu Katsir tergolong ulama yang sangat diperhitungkan. Betapa tidak, ia menulis empat kitab sejarah penting, yaitu Al-Bidayah wa An-Nihayah, Al-Fushul fi Sirah Ar-Rasul, Tabaqat Asy-Syafi'iyyah, dan Qishash Al-Anbiya' (Kisah Para Nabi).

Karya sejarahnya yang terpenting, Al-Bidayah wa An-Nihayah (Permulaan dan Akhir), menjadi rujukan utama dalam penulisan sejarah Islam. Utamanya sejarah tentang Dinasti Mamluk di Mesir.

Kitab Al-Bidayah wa An-Nihayah tersebut terdiri atas 10 jilid. Sejarah dalam kitab ini secara umum dibagi ke dalam dua periode. Pertama, periode kuno yang dimulai dari awal penciptaan sampai pada masa kenabian Muhammad SAW. Dan kedua, periode sejarah Islam yang dimulai dari permulaan dakwah Nabi SAW di Makkah sampai pada pertengahan abad ke-8 H. Kejadian-kejadian setelah hijrah disusun berdasarkan tahun kejadiannya.

Sedangkan kemahiran Ibnu Katsir dalam bidang fikih, ia tuangkan dalam karya-karya berikut. Pertama, Al-Ijtihad fi Thalabi Al-Jihad (Ijtihad dalam Memenuhi Kebutuhan Jihad). Dan kedua, Risalah fi Al-Jihad (Sebuah Risalah dalam Jihad). Kedua kitab itu ia tulis untuk merespons kebutuhan umat Islam kala itu dalam dinamika politik dan sosial.

sumber : Pusat Data Republika
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement