REPUBLIKA.CO.ID,PALU--Ketua tim Advokasi Rakyat Morowali Menggugat Andi Makkasau mengatakan bahwa perpanjangan kontrak karya PT. Vale Indonesia, Tbk (dulu Inco) di Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah, cacat hukum.
"Khususnya terkait dengan peta pencadangan wilayah pertambangan tanggal 29 Mei 1978 untuk kawasan blok Bahodopi dan blok Kolonodale," kata Andi Makkasau di Palu, Rabu, terkait dengan maraknya kritikan terhadap PT. Vale Indonesia pascapembakaran kamp perusahaan tersebut di Morowali pekan lalu.
Andi Makkasau dan anggota tim pengacara lainnya telah mendapat kuasa dari 10 penggugat rakyat Morowali melawan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan PT. Vale Indonesia, Tbk.
Gugatan warga tersebut telah diajukan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat beberapa waktu lalu dan sudah mendapat putusan sela dari pengadilan tersebut.
Menurut Andi Makkasau, berdasarkan ketentuan, kontrak karya mestinya berakhir 31 Maret 2008, namun pemerintah ketika itu mengakomodasi perpanjangan kontrak karya tersebut dalam persetujuan mengenai modifikasi dan perpanjangan kontrak karya pada 15 Januari 1996.
"Perpanjangan kontrak karya ini, 12 tahun lebih awal dari berakhirnya masa kontrak. Berarti dua tahun periodesasi jabatan presiden dan usia kabinet pemerintah RI," kata Andi Makkasau.
Dia mengatakan, hal itu merupakan penyelundupan hukum dan merusak kaedah-kaedah dan kewajaran dalam tatanan sistem hukum nasional di Indonesia.
"Dari sini kami menilai kontrak karya itu cacat yuridis," katanya.
Dia mengatakan kontrak karya tahun 1969 dan perpanjangan kontrak karya tahun 1996 tidak sesuai dengan asas kepatutan dan asas lainnya yang diatur dalam hukum kontrak karya.
Menurut Andi Makkasau, para penggugat yang terdiri atas masyarakat yang bermukim di Bahodopi dan Kolonodale sangat merasakan lambatnya pertumbuhan perekonomian di daera mereka.
Hal ini akibat terkungkung oleh keterbatasan akses bercocok tanam ataupun akses mengolah sumber daya alam yang disebabkan oleh proteksi areal lahan oleh tergugat.
"Sejak 1969 tergugat memegang kontrak karya, pencadangan areal di Morowali tersebut tidak pernah diolah sesuai peruntukannya dan hanya dijadikan daftar potensi aset yang dikomersilkan tergugat," katanya.
Menurut Andi Makkasau akumulasi dari kerugian yang dialami rakyat Morowali selama kurang lebih 40 tahun mencapai Rp 5,6 triliun.
"Uraian kerugian materil yang dialami warga sudah kami rinci sedetail mungkin sehingga jelas apa saja kerugian yang dialami warga," katanya.
Dia mengatakan wajar jika pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah dan Pemerintah Kabupaten Morowali mendesak Vale Indonesia untuk segera melakukan aktivitas pertambangan nikel di Morowali karena selama ini daerah dan rakyat sudah dirugikan.
"Upaya yang dilakukan pemerintah daerah selama ini sangat kami dukung karena jelas daerah sudah dirugikan," katanya.
Dia mengatakan bahwa tim advokasi Rakyat Morowali Menggugat akan mengajukan kembali gugatannya setelah mendapat perbaikan berdasarkan putusan sela Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
"Masih ada beberapa hal lagi yang akan kami tambah dalam gugatan itu. Setelah rampung akan kami ajukan kembali," katanya.