REPUBLIKA.CO.ID, Ummu Salamah akhirnya tiba di Madinah. Ia menjadi wanita pertama yang memasuki kota itu. Selama di Madinah, ia sibuk mendidik anaknya serta mempersiapkan segala sesuatu untuk bekal suaminya berjihad di jalan Allah. Abu Salamah tampil penuh keberanian di Perang Badar dan Perang Uhud.
Di Perang Uhud ia terluka parah. Lengannya terkena panah. Dua bulan kemudian, Rasulullah mendapat laporan bahwa Bani Asad hendak menyerang kaum Muslimin. Lalu Beliau memanggil Abu Salamah dan mempercayakan kepadanya untuk membawa bendera pasukan menuju Qathn, yakni sebuah gunung yang berpuncak tinggi disertai 150 tentara Allah.
Pada pertempuran itu luka Abu Salamah kembali kambuh. Hingga akhirnya, ia wafat di samping Rasulullah yang kemudian memanjatkan doa, ‘’Ya Allah ampunilah Abu Salamah, tinggikanlah derajatnya dalam golongan Al-Muqarrabin dan gantikanlah dia dengan kesudahan yang baik pada masa yang telah lampau dan ampunilah kami dan dia Ya Rabbal’Alamin.’’
Ummu Salamah menghadapi ujian itu dengan keimanan dan jiwa yang sabar. Ketika telah habis masa idahnya, beberapa sahabat bermaksud untuk melamarnya. Akan tetapi Ummu Salamah menolaknya. Rasulullah pun turut memikirkan nasib wanita nan mulia itu. Ummu Salamah adalah seorang wanita mukminah yang jujur, setia dan sabar.
Suatu hari, saat Ummu Salamah sedang menyamak kulit, Rasulullah datang dan meminta izin kepada Ummu Salamah untuk menemuinya. Ummu Salamah mengizinkan beliau. Ia mengambilkan sebuah bantal yang terbuat dari kulit dan diisi dengan ijuk sebagai tempat duduk bagi Nabi. Maka Nabi pun duduk dan melamar Ummu Salamah.
Mendengar lamaran itu, perasaannya bercampur antara percaya dan tidak. ‘’Bagaimana mungkin aku tidak mengharapkan Anda ya Rasulullah… hanya saja aku adalah seorang wanita yang pencemburu, maka aku takut jika engkau melihat sesuatu yang tidak anda senangi dariku maka Allah akan mengazabku…’’ tutur Ummu Salamah.
‘’Lagi pula saya adalah seorang wanita yang telah lanjut usia dan memiliki tanggungan keluarga,’’ ujarnya. Rasulullah SAW pun berkata, ‘’Apapun alasanmu bahwa engkau adalah wanita yang telah lanjut usia, maka sesungguhnya aku lebih tua darimu dan tiadalah aib manakala dikatakan dia telah menikah dengan orang yang lebih tua darinya.’’
Berkat kesalehannya, Allah telah menganti suaminya yang telah wafat dengan seorang suami yang lebih baik, yakni Rasulullah. Ummu Salamah pun menjadi Ummu Mukminin yang hidup dalam rumah tangga nubuwwah yang telah ditakdirkan untuknya dan merupakan suatu kedudukan yang beliau harapkan. Beliau menjaga kasih sayang dan kesatuan hati bersama para ummahatul mukminin.