REPUBLIKA.CO.ID, GAZA - Pemimpin HAMAS di Jalur Gaza, Ismail Haniya, Jumat (17/2), mengatakan partainya berusaha mengakhiri perpecahan dengan pesaing lamanya, Fatah, meskipun ada suara ketidak-sepakatan dari dalam gerakan tersebut.
Haniya memuji kesepakatan yang ditandatangani di ibu kota Qatar, Doha, awal Februari, antara Presiden Palestina Mahmoud Abbas --yang juga adalah pemimpin Fatah-- dan pemimpin tertinggi HAMAS Khaled Meshaal. Ia menyebut kesepakatan tersebut sebagai perujukan Islam.
Menurut kesepakatan itu, Abbas akan membentuk pemerintah persatuan yang terdiri atas teknokrat dan akan menyiapkan pemilihan umum serta mengawasi pembangunan kembali Jalur Gaza. Namun beberapa pemimpin HAMAS --yang dipelopori oleh orang kuat Mahmoud Az-Zahar-- menentang kesepakatan tersebut, dan menyebutnya tidak sah serta bertentangan dengan hukum dasar Palestina.
Ketika ditanya oleh Xinhua apakah ada perbedaan mengenai deklarasi Doha, Haniya mengatakan ia dan Meshaal mengadakan pertemuan pada Rabu (15/2) mengenai masalah itu.
Pempimpin HAMAS di Jalur Gaza tersebut menekankan "proyek Islam ini (kesepakatan Doha) dan semua bagiannya bertindak sejalan dengan perujukan Islam dan kami berpegang pada prinsip ini". Haniya mengakui bahwa ada perbedaan di dalam tubuh HAMAS mengenai kesepakatan Doha, tapi menyatakan meskipun
"pandangan dan pendapat itu dihormati, kami di dalam gerakan tersebut bekerja untuk membahas cara menerapkan deklarasi tersebut dan menjamin itu takkan ambruk lagi, " imbuhnya.