REPUBLIKA.CO.ID, KABUL -- Amerika Serikat (AS) diduga bakal memperbanyak penggunaan intelijen negara (CIA) ketimbang tentaranya di Afganistan. Hal ini dilaporkan Pentagon ketika akan menempatkan pasukan elite di Afganistan di bawah komando CIA. Penggunaan pasukan elit dari CIA ini adalah untuk mengurangi kehadiran pejabat AS, juga untuk pemenuhan janji Obama yang akan menarik total pasukannya dari Afganistan hingga 2014.
Berdasarkan sumber-sumber militer AS yang dilansir dari russiantoday.com, ide tersebut telah disebarluaskan oleh intelijen senior sebagai langkah awal pengurangan pasukan sebelum 2014. Menurut sumber AFP, ini adalah salah satu inisiatif baru yang sedang dibahas di Pentagon. Proposal tersebut akan disampaikan kepada Menteri Pertahanan AS, Leon Panetta. Namun Washington langung membantah pengajuan proposal itu. Kemudian, Juru bicara Pentagon, George Little, mengeklaim bahwa informasi itu salah.
Jika benar rencana ini dijalankan Washington, maka tidak semua tentara AS bertempur di lapangan. Karena, semua dalam kendali CIA yang mengklasifikasikan mereka sebagai mata-mata. Dengan demikian, AS bisa mempertahankan kehadiran militernya tanpa harus diketahui publik, termasuk pembiayaan operasi militer CIA.
Bagian administrasi akan langsung ditangani Gedung Putih dengan para pejabat intelijen dan menjadi operasi rahasia. Operasi Pasukan Khusus berkedok CIA diklaim telah sukses dijalankan pada tahun lalu, ketika operasi penyergapan Usamah Bin Ladin di Pakistan.
Pemerintahan Obama telah berjanji menarikan lengkap kehadiran AS dari negara itu pada tahun 2014. Saat ini langkah bertahap serah terima keamanan mulai dilakukan kepada Afghanistan. Hubungan AS-Afganistan memburuk setelah pasukan AS membakar Alquran, beberapa waktu lalu. Lebih dari 30 orang tewas, termasuk beberapa tentara AS dan NATO.