REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) telah meminta Bank Indonesia untuk membatasi transaksi tunai warga masyarakat maksimal sebanyak Rp100 juta agar memperbanyak transaksi melalui perbankan dan memudahkan pengawasan antipencucian uang.
"Kami sudah mengusulkan melalui surat kepada Gubernur Bank Indonesia pada akhir tahun lalu agar dalam amandemen UU BI dimasukkan aturan mengenai batasan maksimal transaksi tunai Rp 100 juta ini," kata Wakil Ketua PPATK Agus Santoso di Jakarta, Senin.
Menurutnya, pembatasan maksimal Rp 100 juta dalam transaksi tunai dimaksudkan agar masyarakat lebih banyak menggunakan perbankan dalam melakukan transaksi selain untuk mengurangi ketergantungan terhadap penggunaan uang tunai, juga untuk mempermudah pencegahan pencucian uang dan pendanaan terorisme.
"Ini untuk menuju "less cash society" dan efisiensi agar mengurangi budaya masyarakat menggunakan uang tunai. Kalau semua transaksi menggunakan bank maka itu bisa mencegah pencucian uang karena mudah menelusuri semua transaksi, yang dicurigai pencucian uang, pendanaan terorisme ataupun korupsi," kata Agus.
Sampai Januari 2012 total Laporan Transaksi Keuangan Tunai (LPKT) yang dilaporkan kepada PPATK sejak tahun 2005 mencapai 10.494.312 laporan, dengan jumlah pelapor sebanyak 418 terdiri dari bank umum, BPR, pedagang valas, asuransi dan perusahaan pembiayaan.
Sementara untuk jumlah laporan transaksi keuangan mencurigakan (LKTM) sampai Januari 2012, total mencapai 86.264 laporan dengan jumlah pelapor 359 pelapor yang terdiri dari bank, dan non bank seperti perusahaan efek, pedagang valas, lembaga pembiayaan dan asuransi.
Kepala Biro Humas Bank Indonesia Difi A Johansyah mengatakan belum mengetahui rencana amandemen UU Nomor 6/2009 tentang Bank Indonesia meski perubahan itu sudah diperlukan mengingat aturan lain yang sudah berbenturan dengan UU BI seperti UU OJK.
"Kami masih menunggu informasi dari DPR dan Kemenkeu," katanya.