REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Hampir separuh atau sekitar 81,25 persen masyarakat yang tamat pendidikan sarjana atau lebih tinggi menolak kenaikan BBM. Mereka yang tamat D3 mencapai 70 persen. Sedangkan dari kalangan mahasiswa atau yang pernah mengenyam bangku kuliah, namun tidak tamat mencapai 95 persen.
Hasil survey Lingkaran Survey Indonesia (LSI) itu dilakukan dengan melibatkan 440 responden dari seluruh Indonesia. "Kalangan berpendidikan cukup memperhatikan masalah kenaikan BBM ini," papar Peneliti LSI, Adjie Alfaraby, di Jakarta, Ahad (11/3).
Menurutnya kebijakan ini sungguh tidak populer dan memberatkan kehidupan masyarakat. Adjie menilai masyarakat menolak keras kebijakan tersebut. Pemerintah diharapkannya mampu menyiasati keadaan agar harga BBM tetap stabil.
"Kenaikan harga minyak di dunia tidak menjadi alasan agar pemerintah dapat menaikkan harga BBM," papar Adjie.
Pemerintah berencana menaikkan harga BBM mengingat harga minyak di dunia melambung tinggi. Kebijakan ini diambil agar APBN tidak terbebani dengan subsidi BBM. Partai koalisi yang terhimpun dalam setgab, yaitu Golkar, PPP, PAN, PKB, dan terakhir PKS juga ikut menyepakati kebijakan ini.
Anggota Komisi VII dari PKS, Mardani Ali Sera, menyatakan kenaikan BBM tidak bisa dilakukan begitu saja tanpa ada kajian yang serius. Pemerintah, jelasnya, harus terlebih dahulu menyiapkan infrastruktur agar masyarakat siap menyambut kebijakan ini.
Infrastruktur meliputi pembenahan transportasi massal yang memadai. Selama ini transportasi massal sangat tidak memadai sehingga masyarakat enggan memanfaatkan infrastruktur tersebut.