Senin 12 Mar 2012 14:43 WIB

Usai Putusan PTUN, Tujuh Napi Koruptor Dilepaskan

Rep: Mansyur Faqih/ Red: Dewi Mardiani
menkumham amir syamsuddin (tengah)
Foto: Republika/Edwin Dwi Putranto
menkumham amir syamsuddin (tengah)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sehari setelah adanya putusan Pengadilan Tata usaha Negara (PTUN) Jakarta terkait remisi koruptor, Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) melepaskan tujuh orang napi koruptor. Ketujuh orang napi koruptor itu adalah mereka yang melakukan pengajuan perkara di PTUN tersebut.

Menkumham, Amir Syamsuddin, menyampaikan hal itu di hadapan Komisi III DPR, Senin (12/3). Ia menegaskan kalau sehari setelah diketok di PTUN, semua putusan hakim telah dilaksanakan. Antara lain putusan hakim yang mengatakan kalau pengetatan tidak bisa berlaku surut. "Kemenkumham telah melepaskan tujuh orang narapidana kasus korupsi yang menjadi pemohon di PTUN. Tapi saya banding kepada pokok perkaranya."

Selain itu, di samping mereka yang telah dibebaskan, ada 48 narapidana korupsi yang lebih memilih jalani hukuman atas uang pengganti. Lima narapidana bahkan telah membayar kewajiban uang pengganti tersebut.

Uang pengganti, paparnya, merupakan bentuk kerugian nyata negara yang biasanya disajikan di dalam dakwaan jaksa lalu diadili berdasarkan auditor Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sehingga, harus ada perlakuan berbeda bagi mereka yang memenuhi ketentuan untuk membayar uang negara, ketimbang mereka yang tidak membayar kerugian negara tapi memilih menjalani hukuman. "Di situ saya letakkan rasa keadilan itu. Saya tidak tahu apakah rasa keadilan saya diterima masyarakat atau tidak."

Karena itu, ia menilai ada ketidakadilan jika kebijakan pengetatan remisi itu dibatalkan. Pasalnya, sudah tak membayar uang pengganti, tapi narapidana itu akan mendapatkan hak untuk bebas bersyarat sama hal mereka yang membayar uang pengganti.

Apalagi, total kewajiban uang pengganti mencapai Rp 34,157 triliun. "Keadaan ini yang saya gunakan rasa keadilan untuk menunda kebijakan pembebasan bersyarat. Jadi saya mohon maaf, kalau saya dianggap tidak konsisten dengan apa yang jadi pernyataan saya karena ada kepentingan besar yang perlu saya bela," jelas dia.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement