REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Industri media saat ini membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Banyak media nasional maupun lokal pada akhirnya gulung tikar karena minimnya pemasukan sebagai lembaga penyiaran swasta yang berasal dari iklan. Sinergi media akhirnya mutlak diperlukan demi keberlangsungan hidup media.
Hal ini dikemukakan oleh Morissan dari Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI).
Morissan memaparkan penggabungan atau sinergi media diperlukan untuk menghasilkan program-program yang berkualitas dan beragam. ”Munculnya sinergi media merupakan konsekuensi dari tingginya persaingan antarstasiun televisi. Sinergi ini dilakukan sebagai upaya untuk menghasilkan stasiun penyiaran televisi yang lebih produktif dan efisien,” ungkap Morissan.
Sinergi media, menurut akademisi dan pengamat media massa ini, justru memberikan sisi positif dalam konten-konten tayangan di televisi. Dengan adanya sinergi, konten tayangan justru akan lebih beragam atau memiliki diversity of content. ”Masing-masing stasiun televisi menayangkan program yang berbeda satu sama lain. Kesimpulannya, berkurangnya persaingan dan meningkatnya sinergi media secara kapital akan meningkatkan keragaman konten tayangan televisi,” paparnya.
Kondisi yang terjadi saat ini, menurut Morissan, justru sudah terlalu banyak televisi nasional yang beroperasi. Padahal, kondisi persaingan yang sengit antar media bukan memberikan dampak positif namun justru sebaliknya. ”Media yang terlalu banyak, hanya akan menimbulkan persaingan ketat. Jika persaingan ini terlalu sengit justru tidak menghasilkan program yang beragam,” ujar dia.
Praktisi media Eduard Depari menyatakan khalayak justru tidak pernah mempersoalkan kepemilikan media. Persoalan yang lebih perlu mendapat perhatian adalah kualitas konten tayangan televisinya. ”Dari kaca mata pemirsa, yang jauh lebih penting adalah the song, bukan the singer. Siapapun pemiliknya, selama materi program dirasakan masyarakat memenuhi kebutuhan akan hiburan, tidak menjadi masalah. Selama LPS tidak dimanfaatkan untuk kepentingan yang bersifat Primerdialistis ataupun ideologis, tidak relevan mempermasalahkan siapa pemiliknya,” tegasnya