REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Sejumlah anggota DPR dan DPD RI serta tokoh masyarakat Riau menentang kebijakan KONI dan Kemenpora yang mengikutsertakan cabang olahraga Dansa di ajang PON XVIII Riau 2012.
"Kami menolak cabang olahraga (cabor) dansa yang mempertontonkan aurat tersebut di PON Riau," ujar Ketua Masyarakat Riau Jakarta (PMRJ) Lukman Edi kepada wartawan di Jakarta, Kamis (29/3).
Ia menegaskan, cabor dansa dinilai sangat betentangan dengan budaya melayu Riau?yang menjunjung tinggi nilai-nilai Islam. Lukman yang juga anggota komisi VI DPR RI asal pemilihan Riau itu mengajak semua pihak untuk tidak menerima kehadiran cabor ini dipertandingkan karena bertentangan dengan sikap dan perilaku masyarakat Riau.
"Kami yakin semua lapisan masyarakat akan menentangnya," ujar mantan Menteri PDT KIB jilid I itu seraya meminta KONI dan Kemenpora mempertimbangkan kembali diikutsertakannya dansa yang akan menimbulkan keresahan di masyarakat.
Hal senada dikemukakan anggota DPR RI asal pemilihan Riau, Wan Abubakar. Politisi dari FPPP yang juga mantan Wagub Riau bersama anggota DPR RI asal Riau lainnya mendukung sepenuhnya penolakan dipertandingkannya cabor dansa di tanah lancang kuning tersebut.
"Kalau dansa ini dipertandingkan di PON kami sepakat menolak karena bertentangan dengan marwah Riau," kata Wan Abubakar.
Anggota komisi IV DPR RI itu bahkan meminta semua pihak terutama Lembaga Adat Melayu (LAM) provinsi dan kabupaten/kota, tokoh masyarakat dan kaum intelektual lainnya, bersama menentang cabor itu dipertandingkan pada event olahraga nasional empat tahunan itu.
Sementara anggota DPD RI asal Riau, Abdul Ghafar Usman, mengatakan bahwa disamping terkendala anggaran dan persiapan yang tidak secara otomatis bisa langsung tersedia, dansa bertentangan dengan budaya Riau sebagaimana tertuang dalam visi Riau 2020, yakni menjadikan provinsi itu sebagai pusat perekonomian dan kebudayaan melayu dalam lingkungan masyarakat yang agamis dan sejahtera.
"Jadi penambahan cabor tersebut secara sepihak dan mendadak akan memengaruhi kesuksesan pelaksanaan, serta kurang sesuai dengan budaya melayu yang agamis. Jika dipaksanakan akan mengurangi kewibawaan Riau," katanya.
Sementara itu, Ketua Umum Dewan Pengurus Harian Lembaga Adat Melayu (LAM) Riau, Al Azhar mengatakan, pihaknya punya dua pertimbangan kenapa menolak penambahan tiga cabor di PON Riau.
Pertama, mengingat penyelenggaraan PON ini tinggal beberapa bulan lagi, akan menyulitkan dan membebani PB PON, terutama soal anggaran, kepanitiaan dan persiapan lainnya. Kedua, khusus untuk cabor dansa, jelas tidak sesuai dengan kebudayan melayu yang menjadi kebudayaan dominan di Riau yang identik dengan Islam.
Azhar mengaku heran kenapa pemerintah pusat dalam hal ini Kemenpora dan KONI tetap memaksakan mempertandingkan tiga cabor baru, terutama dansa, padahal sebelumnya sudah disampaikan sejumlah keberatan.
Sebelumnya, Rabu (28/3), Menpora Andi Mallarangeng menyatakan adanya penambahan tiga cabor di PON Riau, yakni hoki, drumband dan dansa. Namun ketiga cabor itu diselenggarakan dengan sejumlah syarat, di antaranya harus diikuti minimal oleh lima peserta atau provinsi yang telah lolos pada tahap kualifikasi Oktober 2011 lalu, tanpa bisa tergantikan oleh provinsi lain yang tidak lolos kualifikasi.