Sabtu 31 Mar 2012 01:45 WIB

Pemerintah Dapatkan 'Tiket' Naikkan BBM

Rep: Mansyur Faqih/ Red: Didi Purwadi
Ketua DPR, Marzuki Alie (kedua kiri), bersama Wakil Ketua DPR, Pramono Anung (kedua kanan); Taufiq Kurniawan (kanan); serta Priyo Budi Santoso (kiri) memimpin pembahasan Perubahan UU No.22 Tahun 2011 terkait kenaikan harga BBM di Kompleks Parlemen Senayan,
Foto: Antara/Yudhi Mahatma
Ketua DPR, Marzuki Alie (kedua kiri), bersama Wakil Ketua DPR, Pramono Anung (kedua kanan); Taufiq Kurniawan (kanan); serta Priyo Budi Santoso (kiri) memimpin pembahasan Perubahan UU No.22 Tahun 2011 terkait kenaikan harga BBM di Kompleks Parlemen Senayan,

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rapat Paripurna DPR, Sabtu (31/3) dini hari, akhirnya memutuskan untuk tidak menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) per 1 April mendatang. Tapi, DPR secara tidak langsung sesungguhnya telah memberikan 'tiket' kepada pemerintah untuk menaikkan harga BBM di lain hari.

'Tiket' pemberian DPR ini berlaku ketika harga minyak mentah Indonesia (ICP) mencapai kenaikan sebesar 15 persen. Jika kondisi tersebut terjadi, maka pemerintah diperbolehkan untuk menaikkan harga BBM. Pemerintah pun diberikan waktu selama enam bulan untuk melakukan penyesuaian harga BBM.

Harga ICP di pasar sudah menyentuh 122,17 dolar per barel. Ini sekitar 16 persen dari asumsi yang digunakan pada APBN-P yang sebesar 105 dolar per barel.

Penundaan kenaikan BBM ini merupakan konsekuensi dari ditetapkannya ayat tambahan pada pasal 7 UU 22/2011 tentang APBN 2012. Yaitu berupa pasal 7 ayat 6A yang berbunyi:'dalam hal harga rata-rata ICP dalam kurun waktu berjalan selama enam bulan mengalami kenaikan atau penurunan lebih dari 15 persen, maka pemerintah diberikan kewenangan untuk melakukan penyesuaian harga BBM bersubsidi dan kebijakan pendukungnya.'

Keputusan ini diambil setelah melalui rapat selama 11 jam dan sempat diskorsing selama 6,5 jam untuk melakukan lobi pimpinan fraksi. Rapat pun berlangsung alot bahkan sempat menimbulkan kericuhan di antara para anggota.

Dua fraksi, PDI Perjuangan dan Hanura, melakukan walk-out sebagai protes terhadap hasil rapat. Alhasil, sebanyak 356 suara menyatakan dukungannya terhadap penambahan pasal 7 ayat 6A. Ini berasal dari lima partai koalisi, Partai Demokrat, Partai Golkar, PAN, PPP, dan PKB.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement