REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Heru Suyitno/Antara
Kekhawatiran masyarakat di lereng Gunung Sindoro akan ancaman bahaya letusan gunung api di perbatasan Kabupaten Temanggung dan Wonosobo, Provinsi Jawa Tengah, dalam empat bulan terakhir telah lenyap dengan diturunkannya status aktivitas dari waspada menjadi normal.
Selama berstatus waspada, masyarakat di lereng gunung tersebut beraktivitas normal, meskipun mereka tetap dihinggapi rasa cemas saat bekerja di ladang. Badan Geologi Bandung yang menaikkan status Gunung Sindoro menjadi waspada pada 5 Desember 2011 pukul 20.00 WIB, kembali menurunkannya menjadi normal pada 30 Maret 2012 pukul 14.00 WIB.
Status waspada yang berlarut-larut membuat masyarakat di sekitar kawasan Gunung Sindoro selalu bertanya-tanya, mungkinkah Sindoro akan meletus, karena selama ini gunung api tersebut dikenal telah tidur panjang.
Gunung dengan ketinggian 3.150 meter di atas permukaan laut ini terakhir meletus pada 1970. Meskipun peningkatan status baru level waspada, sebagian masyarakat yang merasa khawatir akan terjadi letusan besar, sempat mengungsi ke daerah lain. Namun, setelah mendapat penjelasan dari perangkat desa mereka kembali ke rumahnya masing-masing.
Camat Bansari, Temanggung, Singgih Purnomo, menyatakan puji syukur kepada Tuhan, status Gunung Sindoro telah turun menjadi normal, berarti tidak jadi meletus.
"Teka-teki masyarakat selama ini telah ada kepastian dengan diturunkannya status menjadi normal," katanya.
Ia mengatakan, selama ini masyarakat terus melakukan istighatsah atau doa bersama agar Gunung Sindoro tidak meletus.
"Alahamdulillah doa kami terkabul, aktivitas Sindoro kembali tenang," katanya. Ungkapan rasa syukur juga disampaikan masyarakat di lereng Gunung Sindoro karena statusnya menjadi normal.
"Kami sangat bersyukur, status Sindoro menjadi normal sehingga kami tidak perlu was-was saat bekerja di ladang," kata warga lereng Sindoro, di Desa Tlahab, Kecamatan Kledung, Setyo.
Ia berharap, ke depan aktivitas Gunung Sindoro tetap normal sehingga warga bisa beraktivitas dengan tenang. "Selama berstatus waspada, kegiatan masyarakat berjalan normal, namun dengan kepastian status Sindoro menjadi normal ini membuat kami lebih tenang dalam bekerja," katanya.
Aktivitas vulkanik Gunung Sindoro dalam status waspada cukup fluktuatif, namun dalam sebulan terakhir kecenderungannya menurun. Petugas Pos Pengamatan Gunung Sindoro dan Sumbing di Desa Gentingsari, Kecamatan Bansari, Temanggung, Sumaryanto, mengatakan, berdasarkan data seismik maupun visual dalam satu bulan terakhir aktivitas Sindoro terus menurun, bahkan dalam suatu hari kadang tidak terjadi kegempaan.
Ia menuturkan, kalau sebelumnya banyak titik di dinding kawah yang mengeluarkan asap, berdasarkan pendakian terakhir petugas pada 23 Februari 2012 hanya terdapat satu titik yang mengeluarkan asap.
"Laporan terakhir yang kami kirim ke Badan Geologi Bandung sekitar satu bulan lalu memang aktivitas Sindoro telah menurun dan kami menunggu hasil evaluasi dari Badan Geologi dan JUmat (30/3) dinyatakan telah turun menjadi normal," katanya.
Selama dalam peningkatan status, petugas dari Badan Geologi sempat menambah alat untuk memantau aktivitas vulkanik Gunung Sindoro. Ada empat alat dipasang di Gunung Sindoro dan dua alat lain digunakan untuk pemantauan mobile.
Empat alat yang ditempatkan di lereng Gunung Sindoro adalah seismograf short period (tiga unit), seismograf broadband (dua unit), tiltmeter (satu unit), dan electronic distance measurement (EDM) dengan dua reflektor.
Sedangkan dua alat yang digunakan secara mobile adalah kamera inframerah (satu unit) dan mini differential optical absorption spectrometer atau DOAS (satu unit).
Seismograf short period dan seismograf broadband berfungsi untuk memantau aktivitas kegempaan. Tiltmeter dan EDM digunakan untuk mengukur deformasi gunung. Mini DOAS dan kamera inframerah masing-masing digunakan untuk mengukur tekanan uap panas dan anomali panas di kawasan puncak gunung.