REPUBLIKA.CO.ID, BENGKULU -- Sebagian warga Kota Bengkulu mengungsi ke gedung STQ di komplek Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Bengkulu di Kelurahan Pagardewa menyusul peringatan tsunami pascagempa berkekuatan 8,5 SR dan susulan 8,2 SR yang melanda Aceh, Rabu.
"Sebagian warga mengungsi ke kompleks STQ karena ada peringatan tsunami," kata Pelaksana Harian Kepala Bidang Tanggap Darurat Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Bengkulu, Ambon.
Ia mengatakan warga yang mendatangi lokasi STQ tersebut sebagian besar menggunakan kendaraan roda empat milik pribadi. Anggota satuan tugas BPBD yang berada di lokasi kata dia, berupaya menenangkan warga dan meminta kembali ke rumah setelah dua jam pascagempa susulan berkekuatan 8,1 SR yang terjadi pukul 17.43 WIB.
"Kami sudah mengimbau untuk kembali ke rumah masing-masing karena tidak ada kejadian tsunami," katanya. Sementara pantauan di lokasi menara pemantau tsunami di Kelurahan Malabero tidak ada aktivitas pemantauan tinggi gelombang.
Menara pemantau tsunami yang baru diresmikan pekan lalu itu sama sekali tidak difungsikan untuk memantau tinggi gelombang seperti tujuan pembangunannya. Sekretaris BPBD Provinsi Bengkulu Damin mengatakan anggota Satgas sudah memantau kondisi air laut untuk melihat kemungkinan terjadinya tsunami.
"Anggota tim sudah memantau langsung ke pantai apakah air laut surut atau mengalami kenaikan, tapi sampai sekarang masih normal," katanya. Selain itu kata dia, warga sudah diimbau agar waspada dan tidak panik menghadapi kemungkinan tsunami dan dua sirene peringatan dini tsunami di dua lokasi sudah dibunyikan oleh BMKG.
Provinsi Bengkulu dan beberapa daerah lainnya di pesisir Pantai Barat Sumatra seperti Lampung dan Sumatra Barat serta Sumatra Utara merupakan daerah yang berpotensi tsunami pascagempa berkekuatan 8,5 SR yang melanda Aceh pada pukul 15.43 WIB dan kekuatan 8,1 SR pada pukul 17.43 WIB.