REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Palang Merah Indonesi (PMI), Jusuf Kalla, menyatakan, gempa yang terjadi di pulau Simeulue, Aceh memang berpotensi tsunami tapi tidak berbahaya. Namun ia menghimbau masyarakat agar tetap waspada dalam 12 jam kedepan.
JK mengacu kepada data dari sumber USGS dari Amerika Serikat (AS) yang menyatakan statusnya masih aman. Data tersebut, kata dia, bersifat otomatis dan dipantau secara langsung.
"Karena gempa biasanya bertuntun dan selalu ada gempa susula. Dari laporan USGS, puncaknya jam setengah 5 sampai dengan setengah 6. Biasanya beruntun, makannya harus siap 24 jam,"ujar JK kepada wartawan, Rabu (11/4)di gedung PMI Pusat, Gatot Subroto, Jakarta Selatan.
Ia mengatakan persiapan logistik di Aceh sudah disiapkan dan cukup. Semua staf dan relawan PMI,kata JK, siap memberikan laporan terkini. Semua akan dilaporkan melalui radio dan telepon.
Menurutnya sampai pukul 18.00, sore ini belum ada laporan korban jiwa terkait gempa tersebut. "Potensi (tsunami) ada, tapi belum terjadi tsunami" kata dia.
JK menambahkan korban jiwa kemungkinan tidak akan banyak jika terjadi di kawasan Simeulue, Aceh karena diakuinya masyarakat setempat memiliki budaya yang sudah melekat sejak lama.
"Di Simeulue, ada budaya yang melekat di masyarakat. Kalau ada gempa warga akan lari ke bukit," tuturnya.
Mantan wakil presiden RI ini mengatakan akan langsung mengunjungi Aceh jika terjadi bencana fisik yang cukup besar. "Kita masih menunggu laporan lebih lanjut. Terutama dari daerah pedalaman" jelasnya.
Berdasarkan informasi PMI Pusat, gempa terjadi pertama kali pada 15.38 WIB dengan skala 8,6 skala richter (SR).Selanjutnya terjadi gempa susulan sebanyak tujuh kali hingga pukul 17.50 dengan kekuatan berkisar 6,1 SR hingga 8,8 SR.
Untuk membantu warga yang terkena dampak gempa, PMI tengah menyiapkan bantuan yang siap didistribusikan dari Gudang Regional PMI di Sumatera Barat.
Saat ini PMI terus memantau sejumlah daerah pesisir seperti Mentawai dan Pesisir Selatan (Sumatera Barat). Simeleu, Banda Aceh, Aceh Besar, Lamno (Aceh). Kemudian Nias dan Sibolga (Sumatera Utara). Pantauan juga dilakukan di Lampung dan Bengkulu.