REPUBLIKA.CO.ID, DEPOK - Menanggapi keresahan masyarakat Depok atas pemberitaan hasil uji laboraturium Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Indonesia (UI) tahun 2010, yang mengatakan tingginya penggunaan formalin pada produksi tahu, membuat Pemerintah Kota (Pemkot) Depok melakukan klarisifikasi dan menyanggah informasi tersebut.
"Perlu diluruskan mengenai tahu berformalin ini," ujar Wakil Wali Kota Depok Idris Abdul Shomad, kepada Republika saat ditemui di ruang kerjanya, Jumat (13/4).
Idris menjelaskan, hasil pengujian FKM tersebut menunjukkan angka penggunaan formalin dalam produksi tahu mencapai 95 persen. Itu berasal dari 11 produsen tahu yang diambil sampelnya. Tahu yang dijadikan sampel tersebut, adalah sisa produk dari penjualan yang dikembalikan pedagang tahu kepada produsen.
Pada Mei 2010, melalui sampel yang diambil langsung dari tangan produsen, berupa bahan baku tahu, air rendaman kedelai, serta tahu yang sudah layak jual, FKM melakukan uji laboraturium ulang.
Dengan menambah empat produsen lainnya, menjadi 15 produsen. Hasil uji lab ulang tersebut, drastis turun mencapai 12,5 persen yang mengandung formalin..
Selanjutnya pada Juni 2011, FKM kembali melakukan uji lab tahap kedua, dengan mengambil sample dari 18 produsen, dan hasilnya menunjukkan 29,4 persen tahu mengandung formalin. Dan pada bulan Oktober 2011 dengan produsen yang sama, angkanya menurun menjadi 23 persen. "Jadi, lima dari 40 produsen tahu di Depok, konsisten menggunakan formalin," terangnya.
Akan tetapi, Idris menilai metode uji laboraturium yang diterapkan oleh FKM adalah uji kualitatif, yang hasilnya didapat dari alat 'test keep kualitatif', yang hanya menunjukkan dugaan adanya kandungan formalin.
"Menurut badan POM, alat tersebut hanya untuk mencurigai kandungan formalin," kata Idris.