REPUBLIKA.CO.ID, BEIRUT – Uni Eropa pada Senin (23/4), sepakat untuk memberi sanksi lebih keras terhadap rezim Suriah. Sanksi tersebut diantaranya melarang ekspor barang mewah dan membatasi penjualan barang untuk menekan Presiden Bashar Al-Assad.
"Sanksi-sanksi akan diberlakukan terhadap Suriah," kata diplomat yang tidak disebut namanya jelang pertemuan para Menteri Luar Negeri Uni Eropa di Luxemburg.
Larangan ekspor barang mewah tersebut belum dirinci lebih lanjut, namun sepertinya digunakan untuk memberi pukulan simbolis terhadap gaya hidup Assad dan isrinya. Uni Eropa juga memutuskan untuk mendaftarhitamkan bahan dasar pembuatan peralatan militer.
Sebelumnya, kantor berita AP melaporkan penyebaran tim pemantau gencatan senjata diizinkan masuk Kota Homs untuk hari kedua. Meskipun tim pemantau sudah berada di Suriah, kekerasan masih terjadi. Menurut aktivis dan media pemerintah, sedikitnya 12 warga sipil dan lima tentara pada Ahad (22/4).
Beberapa aktivis Suriah skeptis tentang tim pemantau PBB. "Pemantau PBB adalah lelucon besar," kata aktivis Mohammed Saeed.
Menurutnya, ledakan dan pertempuran berhenti ketika pemantau mengunjungi suatu tempat, namun tembakan terjadi ketika pemantau pergi. Para pemimpin oposisi mengatakan sejumlah besar pengunjuk rasa kemungkinan akan membanjiri jalan-jalan jika mereka tidak lagi harus takut karena kekerasan yang rezim.
Sementara itu, pusat Kota Homs relatif tenang di hari kedua. Lima pemantau mengunjungi Homs untuk pertama kalinya pada Sabtu (21/4). Sedangkan dua pemantau lainnya tetap tinggal di Homs setelah seluruh tim kembali ke Damaskus.
Kepala Observatorium Suriah untuk Hak Asasi Manusia, Rami Abdul Rahman, mengatakan kehadiran pemantau membantu menghalangi serangan dari tentara Suriah.
Di lain pihak, oposisi Dewan Nasional Suriah (SNC) mengatakan jumlah pemantau PBB harus ditingkatkan hingga sepuluh kali lipat sehingga mencapai sedikitnya orang.
Juru Bicara SNC, Bassma Kodmani, mengatakan setelah pertemuan dengan Ketua Liga Arab Nabil El-Araby, faksi-faksi oposisi Suriah akan bertemu di Kairo pada 15 Mei untuk menyatukan barisan mereka. Awal tahun ini, Liga Arab mengirim pemantau ke Suriah selama sebulan karena tidak mampu untuk menghentikan pertempuran.