REPUBLIKA.CO.ID,TENGGARONG--Tim pengacara terdakwa yang membunuh dua orangutan, menyatakan keberatan terhadap vonis delapan bulan penjara yang diputuskan Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Tenggarong, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur.
"Terdakwa harusnya bebas karena mereka korban kesemrawutan sistem," kata pengacara terdakwa, Habiburokhman melalui keterangan pers di Jakarta, kemarin malam.
Keempat terdakwa yang telah mendapatkan vonis delapan bulan dari putusan majelis hakim PN Tenggarong pada Rabu (18/4), yakni Phuah Chuan Hun, Widiantoro, Mujianto dan Muhtarom.
Habiburokhman mengatakan majelis hakim maupun saksi menyebutkan tidak ada "sayembara", untuk membunuh orangutan, seperti yang dikampanyekan salah satu lembaga swadaya masyarakat.
Majelis hakim juga menyatakan bahwa orangutan yang tewas berjumlah dua ekor, sehingga tidak terbukti jumlah orangutan mencapai puluhan.
Habiburokhman juga meragukan keterangan ahli dari Dr. Yaya Rayadin, karena dokter spesialis itu bukan ahli forensik. "Tim dokter tidak melakukan tes DNA dan uji karbon," ujar Habiburokhman seraya menambahkan Dr. Yaya juga tidak bisa menjelaskan kapan dan apa penyebab matinya orangutan.
Habiburokhman juga menolak kliennya disebuh pembantai orangutan, karena para terdakwa melakukan pengusiran terhadap hewan yang dilindungi pemerintah itu.
Seharusnya majelis hakim menggolongkan terdakwa sebagai penjaga lahan dari serangan hama yang merusak tanaman dan mengancam kehidupan manusia.