REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA---Suyadi yang lebih dikenal sebagai sosok tokoh Pak Raden tetap ingin berupaya menyelesaikan persoalan hak cipta atas karya-karyanya dalam cerita boneka Si Unyil secara kekeluargaan, tidak di pengadilan.
"Menurut kami persoalan ini masih bisa dijangkau untuk diselesaikan di luar pengadilan," kata kuasa hukum Pak Raden, Dwiyanto Prihartono, yang dihubungi via telepon di Jakarta, Jumat (27/4).
Sikap ini, lanjut Dwi, juga sesuai dengan saran Direktur Jenderal Hak Kekayaan Intelektual Kementrian Hukum dan HAM ketika mereka bertemu, Rabu (25/4). "Dirjen memberikan imbauan proses penyelesaian dengan menggunakan cara out of court settlement (di luar pengadilan) dalam rangka mencapai hasil maksimal dengan tetap mempertahankan aspek manfaat dan ekonomi selain aspek moral atas suatu ciptaan," kata Dwi.
Lebih lanjut Dwi mengatakan, bagi Pak Raden penyelesaian di pengadilan merupakan opsi terakhir yang kalau bisa tidak perlu ditempuh, agar orang tidak ragu memakai tokoh Si Unyil untuk hal-hal yang bersifat edukatif. "Tetapi ini juga tergantung itikad baik PFN (Perusahaan Film Negara, red)," kata Dwi.
Rencananya, pekan depan pihak Pak Raden akan kembali menemui jajaran direksi PFN untuk menyerahkan surat yang menjelaskan posisinya.
Pihak Pak Raden juga berencana mengajukan usulan penyelesaian masalah yang diharapkan memberi kebaikan bagi kedua pihak. "Persoalan pokok tentang boneka Si Unyil milik Pak Raden adalah karena terjadinya distorsi dalam perumusan kontrak yang bersifat tidak menguntungkan bagi pencipta. Ini yang yang perlu diperbaiki," kata Dwi.
Saat ini yang memegang hak cipta Si Unyil adalah pihak lain berdasarkan perjanjian yang menurut pemahaman dan keyakinan pihak Pak Raden seharusnya tidak berlaku selamanya dan harus ada aturan yang lebih jelas mengenai manfaat ekonomi atas hasil ciptaannya yang sudah terkenal dan digunakan oleh berbagai pihak dalam konteks komersial. "Ciptaan adalah satu produk intelektual yang dilindungi secara kuat sejak ciptaan itu dilahirkan, meski tidak didaftarkan," kata Dwi.
Terkait penolakan Pak Raden terhadap tawaran Menteri BUMN Dahlan Iskan berupa honor Rp 10 juta per bulan selama setengah tahun dari PFN, Dwi menjelaskan, tawaran itu ditolak karena memang bukan seperti itu yang diharapkan. "Kalau seperti itu kan sifatnya seperti sumbangan. Sementara yang diinginkan Pak Raden itu hak cipta atas karyanya," kata Dwi.