Rabu 16 May 2012 16:34 WIB

Kuli Panggul Logistik Tim SAR Sukhoi Itu Akhirnya Menyerah

Rep: Asep Nurzaman/ Red: Hazliansyah
Aparat TNI melakukan proses pencarian korban diantara serpihan puing pesawat Sukhoi Superjet 100 yang ditemukan di Puncak Salak 1, Gunung Salak, Bogor, Jawa Barat, Sabtu (11/5).
Foto: Edwin Dwi Putranto/Republika
Aparat TNI melakukan proses pencarian korban diantara serpihan puing pesawat Sukhoi Superjet 100 yang ditemukan di Puncak Salak 1, Gunung Salak, Bogor, Jawa Barat, Sabtu (11/5).

REPUBLIKA.CO.ID, PUNCAK MANIK -- Bicaranya agak gagu. Pak Eu, begitulah kemudian orang-orang di kampungnya menjuluki pria usia 40-an tahun itu. Badannya tinggi dengan otot berisi.

Sejak diketahui sebuah pesawat Sukhoi Superjet 100 (SSJ 100) jatuh di jurang sekitar Puncak Manik, Gunung Salak, warga Kampung Cikurutug, Desa Pasawahan, Cicurug, Kabupaten Sukabumi, itu ikut menjadi sosok supersibuk. Tiap hari ia naik-turun Puncak Manik dengan menjual jasa memanggul logistik dan perlengkapan relawan Tim SAR.

Mengais rezeki dengan menjadi porter tersebut tidak ia jalani sendiri. Banyak warga di kaki Gunung Salak, baik yang masuk wilayah Sukabumi atau Bogor, yang melakukan pekerjaan serupa.

Upah mereka antara Rp 200 ribu - Rp 300 ribu sekali panggul barang ke Puncak Manik. Jika pulang-pergi ongkosnya dobel. Barang yang mereka bawa, dari sekadar satu dus air mineral hingga ransel besar seberat lebih 20 kg.

Hingga sepekan sejak Sukhoi jatuh pada Rabu (9/5), Pak Eu sudah lebih tujuh kali naik-turun Puncak Manik sebagai porter. Ia tidak mau menyebutkan uang yang sudah diperolehnya. "Ya, adalah," tukasnya ketika Republika memperkirakan angka Rp 2 juta yang sudah dikantungi pria yang sehari-hari sebagai buruh tani tersebut.

Tapi, seperkasa-perkasanya Pak Eu menaklukan Gunung Salak yang terjal dan curam, akhirnya tersungkur pula.

Saat membawa satu ransel besar milik relawan dari Atlas Medical Pioner yang dipimpin dr Chandra, Selasa (15/5) petang, ia tersungkur dalam separuh perjalanan atau baru dua jam waktu tempuh menuju Puncak Manik.

"Kaki saya keram. Saya tidak sanggup lagi melanjutkan perjalanan," kata Pak Eu kepada Republika dengan suara tersengal-sengal.

Ransel besar yang dibawanya kemudian dialihan ke porter lain. Sementara dr Chandra dan timnya sendiri masih tertinggal sekitar dua jam perjalanan di belakangnya.

Untuk mencapai Puncak Manik di ketinggian lebih dari 2000 dpl itu, bagi para porter cukup ditempuh dalam waktu 4-5 jam. Hampir sama kegesitan langkahnya dengan prajurit TNI/Polri.

Tapi bagi relawan sipil yang kurang terlatih mendaki, Puncak Gunung Salak I itu baru bisa dijangkau dalam waktu 6-8 jam. Apalagi, kondisi medan jalan di tengah operasi SAR korban Sukhoi itu berlumpur dan sangat licin karena sering diguyur hujan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement