REPUBLIKA.CO.ID, PALU -- Staf ahli Menteri Agama Bidang Kerukunan Umat Beragama dan Hak Asasi Manusia Abdul Fatah mengatakan masih ada kekeliruan mendasar di tengah masyarakat dalam memahami radikalisme.
"Bahwa radikalisme agama hanya terdapat pada agama Islam semata. Ini tentu tidak benar," kata Abdul Fatah pada workshop membangun kesadaran dan starategi dalam menghadapi gerakan radikalisasi agama di Palu, Senin malam.
Workshop tersebut dihadiri oleh sejumlah perwakilan tokoh agama dari berbagai agama yang ada di Sulawesi Tengah. Kegiatan ini akan berlangsung hingga Selasa (22/5).
Abdul Fatah mengatakan radikalisme agama terdapat pada hampir setiap agama. Hanya saja Fatah, dalam konteks Indonesia yang mayoritas adalah pemeluk Islam maka tampak seakan-akan agama Islamlah yang memiliki kelompok radikal.
Pemahaman keliru selanjutnya kata Fatah bahwa gerakan kelompok radikal mewakili suara mayoritas agama. Padahal katanya tidak seperti itu. Persepsi tentang radikal mewakili suara mayoritas agama muncul dari pemeluk agama lain atau juga komunitas internasional yang melihat fenomena kehidupan sosial keagamaan di Indonesia.
"Pandangan ini juga perlu diluruskan mengingat pandangan dan gerakan radikal dari kelompok tertentu tidaklah mewakili pandangan dari agama itu sendiri," kata Fatah. "Kelompok radikal adalah kelompok yang minoritas yang tidak mewakili pandangan mayoritas," tegas Fatah.
Pandangan keliru selanjutnya kata Fatah, radikalisme agama muncul semata-mata dari ajaran agama. Pandangan tersebut kata dia, kurang tepat mengingat munculnya radikalisme agama terkait erat dengan banyak persoalan, seperti peta politik, kondisi sosial, kesenjangan ekonomi.
Selain itu juga tidak menutup kemungkinan adanya upaya dari gerakan trans nasional yang memang memiliki agenda untuk mengacak-acak pondasi kesatuan bangsa Indonesia.
Sementara itu Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Sulawesi Tengah Mohsen Alidrus mengatakan, gerakan radikalisme atas nama agama juga sudah muncul di Sulawesi Tengah sehingga perlu langkah-langkah untuk mengantisipasinya.
Mohsen mengatakan ke depan dialog tentang radikalisme agama tidak saja dilaksanakan di ibu kota provinsi namun juga di berbagai daerah kabupaten di Sulawesi Tengah.