REPUBLIKA.CO.ID, Assalamu’alaikum Wr Wb.
Bismillaahirrahmaanirrahiim,
Melihat judul ini interpretasi kita akan terbawa kepada 5 M yang berarti 5 miliar uang untuk bekal hidup, Insya Allah aman. Boleh jadi seperti itu. Karena 5 miliar adalah jumlah uang yang besar.
Mungkin cukup untuk beberapa orang tetapi mungkin juga tidak untuk sebagian yang lain. Tetapi jauhkan dulu interpretasi tersebut, karena kita akan membahas tentang 5 M yaitu 5 huruf M yang patut kita jadikan bekal perjalanan hidup kita baik dunia dan akhirat kelak dan Insya Allah dengan 5 huruf M tersebut aman!
Pada hakikatnya kita saat ini sedang melakukan perjalanan mengarungi hidup di dunia yang akan menuju akhirat kelak. Seperti diriwayatkan di dalam Fathul Bari bisyarh Shahih Al Bukhari, Rasulullah SAW bersabda, “Hidup ini hanyalah selintas saja, seperti seorang yang berjalan kemudian berteduh di bawah pohon rindang kemudian berjalan lagi”.
Dan seyogyanya jika kita seorang pengembara yang sedang melakukan perjalanan yang panjang, bekal apakah yang kita bawa untuk kehidupan hari ini di dunia terlebih lagi hari esok di akhirat kelak? Allah SWT berfirman, “Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah taqwa. (QS. Al Baqarah, 2 : 197)
Inilah 5 M yang harus menjadi bekal hidup:
1. Mu’ahadah (selalu mengingat perjanjian dengan Allah SWT)
Perjanjian yang telah kita lakukan ketika awal penciptaan ruh tersebut dipahami oleh para ulama sebagai syahadat kita yang pertama. Sebagaimana tercantum dalam Al Qur’an, Allah berfirman : “Dan ingatlah ketika Rabb mu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka, dan Allah mengambil kesaksian terhadap mereka (seraya berfirman): “Bukankah Aku ini Tuhanmu?, mereka menjawab. “Betul (Engkau Tuhan kami) kami menjadi saksi. (Kami lakukan yang demikianitu agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan, “Sesungguhnya kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan).” (QS. Al A’raf, 7 : 172)
Ini adalah sebuah perjanjian yang kita di dunia ini diuji oleh Allah, apakah kita termasuk orang-orang yang memegang teguh perjanjian tersebut. Kemudian juga perjanjian-perjanjian kita dalam sholat-sholat kita semisal dalam surat Al Fatihah ayat 5 yang berbunyi, “Iyyaaka na’budu wa iyyaaka nasta’iin”. Artinya, hanya kepada Engkau kami menyembah, dan hanya kepada Engkau kami memohon dan meminta pertolongan. Sudahkah kita mengabdi dan memohon pertolongan hanya kepada Allah?
2. Mujahadah (orang yang bersungguh-sungguh dalam beribadah)
Ibadah adalah alasan Allah menciptakan manusia. “Dan Aku tidak menciptakan Jin dan Manusia melainkan agar mereka menyembahKU. (QS. Adz Dzariyat, 51 : 56)
Bermujahadah artinya bersungguh-sungguh dalam melaksankan keta’atan dalam menjalankan perintah Allah. Sa’id Musfar Al Qahthani mengatakan; Mujahadah berarti mencurahkan segenap usaha dan kemampuan dalam mempergunakan potensi diri untuk taat kepada Allah dan apa-apa yang bermanfaat bagi diri saat sekarang dan nanti, dan mencegah apa-apa yang membahayakannya.
“Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhoan) Kami, benar-benarakan Kami tunjukan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik”. (QS. Al ‘Ankabuut, 29 : 69)
Orang yang merubah rasa malas menjadi semangat, meninggalkan maksiat menuju keta’atan, bodoh menjadi berilmu, dari ragu kepada yakin, adalah ciri orang yang bermujahadah. Mujahid yang selalu berupaya bersungguh-sungguh di jalan Allah.
3. Muraqobah (Selalu Merasa diawasi Allah)
“Orang yang banyak berdzikir adalah orang selalu merasa diawasi oleh Allah SWT. Dzikir terambil dari kata dzakaro yang berarti menghadirkan sesuatu ke dalam benak. Dzikrullah adalah menghadirkan Allah ke dalam benak. Karena itu orang yang selalu berdzikir akan menyadari betul bahwa Allah mengetahui segala sesuatu. Seperti di dalam ayat “Sesungguhnya Dia mengetahui yang terang dan yang tersembunyi. (QS. Al A’la, 87 : 7)
Dalam ayat lain: “Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya dengan urat lehernya, yaitu ketika dua malaikat mencatat amal perbuatannya, satu duduk di sebelah kanan dan yang lain duduk di sebelah kiri. Tiada satu ucapanpun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir.” (QS. Qaaf, 50 : 16-18)
4. Muhasabah (Intropeksidiri)
Terkait dengan muhasabah, Umar bin Khaththab berkata, “Hisablah dirimu sebelum dihisab, timbanglah diri kalian sebelum ditimbang. Sesungguhnya berintropeksi bagi kalian pada hari ini lebih ringan dari pada hisab di kemudian hari” (HR. Iman Ahmad dan Tirmidzi secara mauquq dari Umar bin Khaththab)
Hal senada juga pernah diungkapan oleh Hasan Al Basyri pernah berkata, “Seorang mukmin itu pemimpin bagi dirinya sendiri. Ia menghisab dirinya karena Allah. Karena sesungguhnya hisab pada hari kiamat nanti akan ringan bagi mereka yang telah menghisab dirinya di dunia.
5. Mu’aqobah (Memberi sanksi ketika lalai beribadah)
Sikap jika bersalah memberi sanksi diri sendiri dengan mengganti dan melakukan amalan yang lebih baik meski berat, contoh dengan infaq dan sebagainya. Atau dengan bersegera bertaubat dan berusaha kuat untuk tidak mengulanginya lagi. Memberikan sanksi (‘iqob) ketika kita lalai memang sulit. Dibutuhkan kesadaran diri yang baik dan kimanan yang kuat. Hanya orang-orang yang sholeh yang dapat melakukannya. Seperti salah satu kisah Nabi Sulaiman as dalam Alquran,
“(ingatlah) ketika dipertunjukkan kepadanya kuda-kuda yang tenang di waktu berhenti dan cepat waktu berlari pada waktu sore, maka ia berkata: “Sesungguhnya aku menyukai kesenangan terhadap barang yang baik (kuda) sehingga aku lalai mengingat Tuhanku sampai kuda itu hilang dari pandangan. Bawalah kuda-kuda itu kembali kepadaku”, Lalu ia potong kaki dan leher kuda itu.(QS. Shaad, 38 : 31-33)
Sebuah perilaku yang dapat kita jadikan contoh, juga generasi sahabat atau parasalaf yang meng ‘iqob dirinya secara langsung ketika mereka melakukan kekhilafan, misalnya: dalam sebuah riwayat dikisahkan bahwa Umar bin Khaththab pergi kebunnya. Ketika pulang didapatinya orang-orang sudah selesai melaksanakan sholat Ashar. Maka beliau berkata: “Aku pergi hanya untuk sebuah kebun, aku pulang orang-orang sudah sholat Ashar, kini kebunku aku jadikan shodaqoh untuk orang-orang miskin.
Subhanallah walhamdulillah, bagaimana dengan akhlak kita? Seberapa sering kita lalai dan seakan tidak perduli dengan kelalaian kita tersebut. Semoga 5 M ini lebih berharga dari 5 milyar yang kita inginkan di dunia ini. Karena 5 M ini jauh bernilai karena dapat menyelamatkan kehidupan dunia dan akhirat kita kelak. Insya Allah.
Tidaklah lebih baik dari yang menulis ataupun yang membaca, karena yang lebih baik di sisi ALLAH adalah yang mengamalkannya.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb.
Ustaz Erick Yusuf: Pemrakarsa Training iHAQi (Integrated Human Quotient)
Twitter: @erickyusuf