REPUBLIKA.CO.ID, “Lalu tatkala ia wafat, aku pun berangkat ke Mosul dan menghubungi pendeta yang disebutkannya itu. Kuceriterakan kepadanya pesan dari uskup tadi dan aku tinggal bersamanya selama waktu yang dikehendaki Allah.
Kemudian tatkala ajalnya telah dekat pula, kutanyakan kepadanya siapa yang harus kuturuti. Ditunjukkannyalah orang saleh yang tinggal di Nasibin. Aku datang kepadanya dan kuceriterakan perihalku, lalu tinggal bersamanya selama waktu yang dikehendaki Allah pula.
Tatkala ia hendak meninggal, kubertanya pula kepadanya. Maka disuruhnya aku menghubungi seorang pemimpin yang tinggal di Amuria, suatu kota yang termasuk wilayah Romawi.
Aku berangkat ke sana dan tinggal bersamanya, sedang sebagai bekal hidup aku berternak sapi dan kambing beberapa ekor banyaknya.
Tak lama kemudian dekatlah pula ajalnya dan kutanyakan padanya kepada siapa aku dipercayakannya. Katanya, ‘Anakku, tak seorang pun yang kukenal serupa dengan kita keadaannya dan dapat kupercayakan engkau padanya.
Tetapi sekarang telah dekat datangnya masa kebangkitan seorang Nabi yang mengikuti agama Ibrahim secara murni. Ia nanti akan hijrah he suatu tempat yang ditumbuhi kurma dan terletak di antara dua bidang tanah berbatu-batu kitam.
Seandainya kamu dapat pergi ke sana, temuilah dia. Ia mempunyai tanda-tanda yang jelas dan gamblang: ia tidak mau makan sedekah, sebaliknya bersedia menerima hadiah dan di pundaknya ada cap kenabian yang bila kau melihatnya, segeralah kau mengenalinya.’
Kebetulan pada suatu hari lewatlah suatu rombongan berkendaraan, lalu kutanyakan dari mana mereka datang. Tahulah aku bahwa mereka dari jazirah Arab, maka kataku kepada mereka, ‘Maukah kalian membawaku ke negeri kalian, dan sebagai imbalannya kuberikan kepada kalian sapi-sapi dan kambing-kambingku ini?’
‘Baiklah,’ ujar Mereka.
Demikianlah, mereka membawaku serta dalam perjalanan hingga sampai di suatu negeri yang bernama Wadil Qura. Di sana aku mengalami penganiayaan, mereka menjualku kepada seorang Yahudi.
Ketika tampak olehku banyak pohon kurma, aku berharap kiranya negeri ini yang disebutkan pendeta kepadaku dulu, yakni yang akan menjadi tempat hijrah Nabi yang ditunggu. Ternyata dugaanku meleset.
Mulai saat itu, aku tinggal bersama orang yang membeliku, hingga pada suatu hari datang seorang Yahudi Bani Quraizhah yang membeliku pula daripadanya. Aku dibawanya ke Madinah. Dan demi Allah, baru saja kulihat negeri itu, aku pun yakin itulah negeri yang disebutkan dulu.
Aku tinggal bersama Yahudi itu dan bekerja di perkebunan kurma milik Bani Quraizhah, hingga datang saat dibangkitkannya Rasulullah SAW yang datang ke Madinah dan singgah pada Bani Amr bin Auf di Quba.”