REPUBLIKA.CO.ID, Pada awal permulaan dari Dinasti Ming (1368-1644 M), Islam telah tumbuh di Cina selama 700 tahun. Sebelum masa ini, Muslim mempertahankan perbedaan—sebagai pihak asing di mana menunjukkan budaya, bahasa, dan tradisi yang berbeda dan tidak bisa terintegrasi secara penuh dengan masyarakan Han.
Namun di bawah Dinasti Ming, Muslim terintegrasi secara penuh pada masyarakat Han. Di antaranya, perubahan nama yang mulai menggunakan nama Islam kendati dalam bahasa Cina.
Kebanyakan Muslim yang menikahi perempuan Han mengikuti nama istrinya. Lainnya, menggunakan nama marga Cina seperti Mo, Mai, dan Mu yang diadposi para pemilik nama Muhammad, Mustafa, dan Masoud.
Yang tidak bisa menemukan nama yang mirip dengan nama aslinya menggunakan nama yang digabungkan seperti Ha untuk Hasan, Hu untuk Husein, dan Sai untuk Said.
Begitu juga dengan nama Islam, orang Cina menyebutnya, Yisilan Jiabao, yang berarti 'agama yang murni'. Masyarakat Tiongkok menyebut Makkah sebagai tempat kelahiran 'Buddha Ma-hia-wu' (Nabi Muhammad SAW).
Negeri Sejuta Pengetahuan
"Tuntutlah Ilmu sampai ke negeri Cina," begitu kata petuah Arab. Jauh sebelum ajaran Islam diturunkan Allah SWT, bangsa Cina memang telah mencapai peradaban yang amat tinggi. Kala itu, masyarakat Negeri Tirai Bambu sudah menguasai beragam khazanah kekayaan ilmu pengetahuan dan peradaban.
Dalam dunia perdagangan, penduduk Cina dikenal sebagai masyarakat yang sangat pandai. Karena itu, di beberapa negara di dunia, penduduk Cina turut meramaikan perekonomian sebuah negara. Dan Kota Guangzhou merupakan pusat perdagangan dan pelabuhan tertua di Cina.
Tak bisa dimungkiri bahwa umat Islam juga banyak menyerap ilmu pengetahuan serta peradaban dari negeri ini. Beberapa contohnya, antara lain ilmu ketabiban, kertas, serta bubuk mesiu. Kehebatan dan tingginya peradaban masyarakat Cina ternyata sudah terdengar di negeri Arab sebelum tahun 500 M.
Saat Dinasti Tang berkuasa, masyrakat Cina sudah mengenal uang kertas. Mereka melakukan peredaran atau pertukaran uang kertas bersama dengan kekaisaran Romawi dan Persia.
Dalam catatan William L Langer dalam Encyclopedia of World History edisi tahun 1956, ketika pusat pemerintahan dipegang oleh seorang Muslim, sirkulasi atau peredaran uang kertas berjalan dengan baik. Namun, saat pusat pemerintahan dipegang kelompok non-Muslim, terjadilah krisis moneter dan inflasi merajalela.