REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Sebanyak 2.613 pelajar dari berbagai komunitas di Jakarta berkumpul di pelataran Museum Fatahilah untuk memecahkan rekor Museum Rekor Dunia Indonesia dalam kategori membatik terbesar di Indonesia.
Komandan Kodim 0503/Jakarta Barat Letnan Kolonel (Inf) Suwarno, Minggu, mengatakan, pencatatan rekor ini dilakukan guna meningkatkan kreativitas pelajar di Indonesia.
Rekor sebelumnya tercipta di Semarang yang melibatkan 2.150 pembatik pada 2010. Kegiatan itu juga menjadi salah satu upaya untuk menghilangkan aksi vandalisme di kalangan pelajar, khususnya di Jakarta.
"Kalau kita lihat adik-adik kita di Indonesia ini kalau acara lulusan biasanya corat-coret. Ini hanya di Indonesia, saya ke mana-mana tidak ada seperti itu," ujar Suwarno di Museum Fatahilah, Kota Tua, Jakarta.
Dia menambahkan, daripada corat-coret, lebih baik kreativitas generasi muda dilampiaskan dalam acara membatik, sekaligus menjaga kelestarian budaya bangsa. "Lebih dari 2.500 siswa ini bisa memunculkan bakat-bakatnya yang terpendam, dan mungkin ke depannya akan menghasilkan uang," katanya.
Wali Kota Jakarta Barat Burhanudin mengatakan, vandalisme di kalangan pelajar dinilai merugikan negara.
"Tiang-tiang telepon dan tiang listrik dikotori setiap hari. Karenanya saya berharap habis ini ada konsep mendasar lagi guna menanggulangi masalah ini," tambahnya.
Penyelesaian terhadap masalah ini, menurutnya, tidak bisa dilakukan oleh pihaknya karena membutuhkan perhatian bersama setiap elemen masyarakat.
Sementara itu, Kepala Biro Humas Bank Indonesia Difi A. Johansyah mengungkapkan kegiatan membatik massal dilakukan guna meningkatkan kecintaan generasi muda akan tradisi bangsa khususnya kelestarian kain batik Indonesia. "Kemudian, untuk menimbulkan aspek positif dari ekonomi kreatif di Indonesia," ujarnya.
Acara pemecahan rekor membatik diprakarsai Museum Tekstil, Kodam Jaya, Bank Indonesia, Wali Kota Jakarta Barat, Komunitas Kota Tua, dan Masyarakat Batik Indonesia. Hasil karya pelajar ini akan disimpan di Museum Muri.