Senin 04 Jun 2012 23:23 WIB

Fikih Muslimah: Peduli Kebersihan Rumah (3-habis)

Rep: Nashih Nashrullah/ Red: Chairul Akhmad
Ilustrasi
Foto: Republika/Aditya Pradana Putra
Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, Kesucian lantai juga penting diperhatikan, antara lain dengan mengontrol sandal, sepatu, dan alas kaki lainnya.

Sebuah riwayat dari Abu Dawud dari Abu Hurairah menegaskan, penyucian alas kaki yang terkena najis bisa dilakukan dengan menggosok bagian yang terdapat najis menggunakan tanah sampai bekas najis itu hilang.

Rasulullah memerhatikan juga pentingnya makanan atau minuman tetap steril dan higienis. Misalnya, membersihkan mentega yang terkena najis berupa bangkai, contohnya.

Bila mentega itu mengeras maka bagian yang terkena najis harus dibuang. Selama bisa dipastikan, tak terdapat potongan lain yang terciprat najis.

Dengan demikian, membersihkan makanan beku yang tersentuh najis cukup dengan membuang bagian yang terkena.

Pendapat ini merupakan kesepakatan para ulama sebagaimana hadis riwayat Bukhari dari Ibnu Abbas dari Maimunah. “Bahwa Nabi pernah ditanya tentang seekor tikus yang jatuh dalam mentega. Lalu, beliau menjawab, ‘Ambil (angkat) bangkai itu serta mentega yang berada di sekelilingnya, lalu buanglah dan makanlah mentega kalian itu (sisa yang tak terkena najis).”

Sedangkan, bila najis mengenai sesuatu yang cair, maka terdapat perbedaan pendapat. Menurut mayoritas ulama, benda cair yang terkena najis itu berupa bangkai dihukumi najis secara keseluruhan. Akan tetapi, dalam pandangan Az-Zuhri dan Al-Auza’i, hukum benda cair itu sama dengan hukum yang berlaku pada air.

Artinya, selama unsur benda cair itu tidak berubah maka hukumnya masih suci. Sebaliknya, bila keberadaan bangkai memengaruhi dan mengubah unsur dasarnya, maka benda itu tak lagi suci, tetapi berubah najis akibat unsur luar, yaitu bangkai. Dalam hal ini, pendapat yang sama juga dikemukakan oleh Ibnu Abbas, Ibnu Mas’ud, dan Bukhari.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement