REPUBLIKA.CO.ID, Tekanan internasional meningkat setelah pembantaian baru dilaporkan terjadi di Suriah. Menteri Luar Negeri Amerika Hillary Clinton mengatakan, Suriah tidak bisa damai, stabil dan demokratis selama Presiden Bashar al-Assad berkuasa.
Berbicara kepada wartawan di Istanbul, setelah munculnya laporan mengenai 78 orang dibunuh di Suriah, Clinton mengatakan, Assad telah melipatgandakan kebrutalan dan kemunafikannya, dan bahwa saatnya telah tiba bagi masyarakat internasional untuk merencanakan Suriah pasca Assad.
Clinton juga mengatakan, penting bagi masyarakat internasional untuk memberi dukungan terakhir bagi rencana perdamaian utusan PBB-Liga Arab Kofi Annan sehingga pihak-pihak lain di Dewan Keamanan sampai pada pemikiran bahwa tindakan di luar rencana itu diperlukan.
Para diplomat mengatakan penengah PBB-Liga Arab Annan sedang bersiap-siap hendak mengajukan usulan baru kepada Dewan Keamanan untuk menyelamatkan rencana perdamaiannya untuk Suriah.
Mereka mengatakan rencana baru Annan akan membentuk “kelompok kontak” bagi Suriah yang akan mencakup kelima anggota tetap Dewan Keamanan dan negara-negara di kawasan itu yang memiliki pengaruh terhadap Damaskus atau oposisi, seperti Arab Saudi, Qatar, Turki dan Iran. Kelompok itu akan berupaya untuk merencanakan “transisi politik” untuk menurunkan Presiden Bashar al-Assad dan menyelenggarakan pemilu bebas. Annan dijadwalkan akan bertemu hari Jumat dengan Menteri Luar Negeri AS Hillary Clinton.
Para pejabat Amerika mengatakan utusan khusus untuk Suriah Fred Hoff akan pergi ke Moskow Kamis. Perancis akan menjadi tuan rumah pertemuan Para Sahabat Suriah di Paris tanggal 6 Juli, di mana Clinton diperkirakan akan hadir untuk mendukung gerakan oposisi Suriah.
Reaksi keras dari berbagai negara bermunculan setelah para aktivis Suriah menuduh milisi pro-pemerintah dan pasukan keamanan melangsungkan pembantaian di propinsi Hama, Suriah Tengah. Para aktivis mengatakan puluhan orang, termasuk perempuan dan anak-anak, tewas hari Rabu di desa Mazraat al-Kubeir.
Mereka mengatakan beberapa korban tewas akibat tikaman dan paling sedikit 12 jenazah dibakar. Syrian Observatory for Human Rights yang berbasis di Inggris mengatakan milisi ‘shabiha’ yang dipersenjatai dengan senjata api dan pisau melakukan serangan itu setelah pasukan reguler menembaki daerah itu.