REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Indonesia masih berada di posisi buncit dalam 'kompetisi' kemudahan berusaha di antara negara-negara asia timur dan pasifik. Dalam survei yang dilakukan Doing Business 2010/11 itu, Indonesia berada pada posisi 129, jauh tertinggal dari negara ASEAN lainnya yakni Singapura (1), Thailand (17), dan Malaysia (18).
Operation Officer International Finance Corporation (IFC), Sandra Pranoto, mengungkapkan biaya perizinan usaha di Indonesia masih terbilang tinggi. Berdasarkan survei, tuturnya, sekitar 22 persen dari pendapatan per kapita menjadi nilai rata-rata yang dikeluarkan pengusaha Indonesia untuk perizinan. "Itu empat kali lebih tinggi dari Thailand," ujar Sandra saat jumpa pers di Jakarta, Senin (11/6).
Tidak hanya itu, biaya mengganti kepemilikan usaha di Indonesia bisa mencapai Rp 1,3 Miliar atau bisa mencapai 11 persen dari nilai usaha. Sedangkan rata-rata biaya pengganti kepemilikan di negara APEC senilai 3,7 persen.
Sandra mengungkapkan di Indonesia masih terdapat persyaratan modal minimum yang tidak terjadi di negara-negara ASEAN lain seperti Thailand dan Vietnam. Hal tersebut, tuturnya, bisa menghambat penanaman modal di Indonesia.
Meski demikian, Sandra mengungkapkan hanya Jakarta yang menjadi representasi Indonesia dalam survei tersebut. Pasalnya, kota yang diambil merupakan kota yang memiliki pertumbuhan ekonomi paling tinggi. Padahal, tuturnya, banyak kota lain di daerah yang sudah menjalankan reformasi birokrasi. "Contohnya Jogjakarta," ujarnya.
Menurutnya, pemerintah kota Jogjakarta mengeluarkan prosedur yang sederhana dalam pengurusan izin usaha. Sehingga, banyak pengusaha yang berminat untuk menanamkan modal di kota gudeg tersebut.
Hingga awal tahun 2012, ujarnya, terdapat 42.361 izin yang dikeluarkan pemerintah mulai IMB, izin gangguan, hingga izin pariwisata. "Jogja bisa kita bandingkan dengan Newyork dalam hal ini," tuturnya.